Relevansi Reinventing Government Dengan Administrasi Publik Di Indonesia
Birokrasi memainkan peranan utama dalam pembangunan dan semakin kuat menunjukkan kecenderungan yang kurang baik seperti sulit ditembus, sentralistis, top down, dan hierarki sangat panjang. Birokrasi justru menyebabkan kelambanan, terlalu bertele-tele dan mematikan kreativitas. Birokrasi dianggap mengganggu mekanisme pasar, karena menciptakan distorsi ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan inefisiensi organisasi.
Era turbulance and uncertainty, teknologi informasi yang canggih, demanding community, dan persaingan ketat, menjadikan birokrasi tidak dapat bekerja dengan baik. Era globalisasi dan knowledge based economy, birokrasi perlu melakukan perubahan menuju profesionalisme birokrasi dan menekankan efisiensi.
Di Indonesia upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai dilakukan sejak tahun 1983, namun baru menyentuh sektor riil dan moneter, sementara debirokratisasi belum menyentuh sisi kelembagaan. Krisis sejak pertengahan 1997 telah menyebabkan jumah orang miskin meningkat, pengangguran meningkat, kriminalitas meningkat, dan kualitas kesehatan menurun. Praktik Manajemen dan Administrasi Publik di Indonesia ditandai oleh public service yang buruk, ekonomi sangat birokratis, kebocoran anggaran, dan budaya KKN.
Rethinking the government merupakan upaya untuk menjadikan pemerintah lebih berorientasi pada strategic thinking, strategic vision, and strategic management. Salah satu bentuk New Public Management adalah model pemerintahan Osborne and Gaebler (1992) yang tertuang di dalam konsep “Reinventing Government”
Tujuan dari reformasi struktural adalah untuk meningkatkan efisiensi perusahaan milik pemerintah dan mengembalikan hak negara terhadap perusahaan tambang yang dikelola oleh negara asing karena sejauh ini tidak menunjukan Equity dan Equality yang seimbang antara pemerintah dan para investor. Dalam hal ini seharusnya pemerintah Indonesia melakukan privatisasi terhadap beberapa perusahaan tersebut.
Dalam kaitannya dengan reformasi struktural, pemerintah Indonesia seharusnya tidak memberikan subsidi kepada perusahaan publik yang selalu merugi, atau yang terlalu menggunakan banyak biaya karena kita anggap sebagai pemborosan. Sejauh ini kita telah siap untuk melakukan perubahan mendasar terhadap tata kelola birokrasi, yang merasa belum maksimal. Reformasi yang harus dilakukan oleh pemerintah antara lain administrative reform terhadap perusahaan negara, public interest corporations, dan reformasi di lingkungan birokrasi.
Belajar dari negara Jepang, mengenai bagaimana cara mereka melakukan revitalisasi manajemen pembangunan dalam birokrasi mereka, maka ada banyak kesamaan yang dapat kita jadikan bahan acuan untuk membangun ekonomi dan kinerja birokrasi di Indonesia. Negara Jepang melakukan reformasi di bidang keuangan, reformasi di bidang ekonomi, dan bahkan melakukan reformasi pada bidang pendidikan.
Reformasi Jepang, di bidang keuangan (fiscal reform) menjangkau persoalan sosial security, local governments, dan public investment, dalam kerangka mengurangi kegelisahaan masyarakat terhadap masa depan mereka. Reformasi ekonomi (economic reform) adalah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas serta menciptakan industri baru dengan lapangan kerja yang luas, dengan maksud menambah persaingan industri di Jepang dalam menghadapi pasar dunia. Sedangkan reformasi pendidikan (education reform) pada tinggkat pendidikan dasar mulai dilakukan untuk membentuk disiplin, meningkatkan kewajiban untuk membaca mengenai ilmu-ilmu terkini, meningkatkan kemampuan analisis melalui tulisan serta meningkatkan kemampuan aritmatika. Sementara pada tingkat pendidikan menengah dan tinggi lebih diarahkan untuk mempertajam kemampuan problem solving (pemecahan masalah).
Referensi Bacaan Buku Reformasi Birokrasi Di Nusantara Karya Prof. Dr. Soesila Zauhar, Ms