Strategi Kontekstualisasi dan Kolaborasi dalam Rangka Akselerasi Pelaksanaan Reformasi…
Oleh: Mohammad Averrouce
I.Pendahuluan
Peningkatan kinerja aparatur negara/birokrasi melalui reformasi birokrasi memiliki posisi yang sangat strategis terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional, karena pelaksanaan reformasi di berbagai bidang lain akan tetap melibatkan aparatur negara/birokrasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya masaing-masing. Upaya peningkatan kinerja terus dilakukan melalui berbagai langkah strategis pada setiap aspek pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Pelaksanaan reformasi birokrasi sejalan dengan Grand DerHasilnya telah menunjukan banyak kemajuan yang secara umum ditandai dengan adanya perbaikan sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan di pusat maupun daerah yang lebih kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai permasalahan bangsa dan masyarakat. Meskipun demikian, hingga saat ini kinerja aparatur negara/birokrasi dirasakan masih belum optimal dalam mendukung keberhasilan pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, upaya pendayagunaan aparatur negara dalam kerangka reformasi birokrasi perlu terus dilanjutkan dalam tiap tahapan pembangunan jangka menengah dan panjang untuk mempercepat peningkatan kinerja birokrasi, perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik dan mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) diberikan tugas strategis untuk menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Perpres 47/2015 dan PermenPANRB No. 25/2019) untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Tugas tersebut harus senantiasa dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, efektif, efisien dan akuntabel.
Sesuai arahan RPJPN 2005-2025 (UU 17/2007) sebagai tindaklanjut tujuan bernegara dalam UUD 1945, sasaran pembangunan jangka menengah ke-4 2020-2025 adalah “mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saingâ€. Dengan arah pembangunan terkait reformasi birokrasi yaitu “Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnyaâ€.
RPJMN 2020-2024 (Perpres 18/2020) disusun sejalan dengan Visi Presiden dan wakil Presiden dalam Kabinet Indonesia Maju yaitu Visi “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royongâ€. Visi tersebut diwujudkan melalui 9 (sembilan) Misi yang dikenal sebagai Nawacita Kedua yaitu: 1) Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia; 2) Struktur Ekonomi Yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing; 3) Pembangunan Yang Merata dan Berkeadilan; 4) Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan; 5) Kemajuan Budaya Yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa; 6) Penegakan Sistem Hukum Yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya; 7) Perlindungan Bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga; 8) Pengelolaan Pemerintahan Yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya; 9) Sinergi Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan.
Visi dan Misi tersebut dikristalisasi dalan 5 Prioritas Kerja; 1) Percepatan Pembangunan Infrastruktur (Mempermudah interkoneksi kawasan produksi-distribusi, akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan perekonomian rakyat); 2) Pembangunan SDM (SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global); 3) Penyederhanaan Regulasi (Pendekatan Omnibus Law, terutama menerbitkan 2 undang-undang yaitu UU Cipta Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM); 4) Penyederhanaan Birokrasi (Memangkas prosedur dan birokrasi, menyederhanakan eselonisasi guna mendukung investasi dan penciptaan lapangan kerja); dan 5) Transformasi Ekonimi (Transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi)
Visi, Misi dan Prioritas kerja diterjemahkan dalam Tema RPJMN tahun 2020-2024 “: Percepatan Pembangunan dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing†dan dalam 7 agenda pembangunan RPJMN IV yaitu pertama, memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan; kedua, mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; ketiga, meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing; keempat, revolusi mental dan pembangunan kebudayan; kelima, memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; keenam, membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim; dan ketujuh, memperkuat stabilitas Polhukhankam dan transformasi pelayanan publik.
Dari ketujuh pilar pembangunan nasional tersebut, peranan dari Kementerian PANRB secara langsung ada pada pilar ke tujuh yaitu memperkuat stabilitas Polhukhankam dan transformasi pelayanan publik sebagai salah satu prasyarat keberhasilan pembangunan nasional di berbagai bidang. Pada upaya menegakkan pilar ketujuh ini, pemerintah kemudian menetapkan bahwa terdapat 1 program prioritas, yakni Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola. Program prioritas ini kemudian akan ditopang dengan empat kegiatan prioritas, yaitu: Penguatan implementasi manajemen ASN; Penataaan kelembagaan dan proses bisnis; Reformasi sistem akuntabilitas kinerja; Transformasi pelayanan publik.
RPJMN Tahun 2020-2024 sebagai mana diuraikan diatas selaras dengan Road Map RB 2020-2024 dan Renstra Kementerian PANRB 2020-2024 sehingga menjadi satu kesatuan integrasi kebijakan dalam mewujudkan birokrasi kelas dunia dengan tata pemerintahan yang baik didukung dengan birokrasi yang professional, berintegritas tinggi menjadi pelayanan masyarakat dan abdi negara.

Sebagai gambaran capaian program prioritas nasional Reformasi Birokrasi di tahun 2015-2019 ditujukan untuk mencapai tiga (3) sasaran utama yaitu; (1) Birokrasi yang bersih dan akuntabel, (2) Birokrasi yang efisien dan efektif, dan (3) Birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Keberhasilan pencapaian tiga (3) sasaran tersebut diukur dengan beberapa indikator. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan berbagai capaian atas target dari ukuran keberhasilan yang telah dilakukan
Tabel 1. Pencapaian Ukuran Keberhasilan Tahun 2015-2019

Keterangan: (kolom merah): Belum Tercapai, (kolom abu):Indeks Belum tersedia
Dari tabel di atas terlihat bahwa pelaksanaan Reformasi Birokrasi tengah menuju ke arah yang lebih baik yang dibuktikan dengan peningkatan berbagai capaian dari kondisi baseline di tahun 2014, meskipun masih banyak beberapa ukuran keberhasilan yang belum mencapai target. Selain beberapa ukuran keberhasilan yang telah ditetapkan terdapat beberapa indeks yang dikeluarkan oleh lembaga internasional yang mencerminkan pencapaian dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi di tahun 2015-2019. Berikut ini adalah beberapa indeks dari lembaga internasional yang menilai penyelenggaran pemerintah di Indonesia.
Tabel 2. Indikator dari Lembaga Internasional yang Mencerminkan
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia
Indeks | Lembaga | Skor/ Peringkat/ Skala | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019/ *2020 |
Ease of Doing Business (Kemudahan Berusaha) | World Bank | Peringkat 1-190 | 114 | 109 | 91 | 72 | 73 |
Corruption Perceptions Index (Indeks Persepsi Korupsi) | Transparancy International | Peringkat 1-190 | 88 | 90 | 96 | 89 | 95 |
Skor 0-100 | 36 | 37 | 37 | 38 | 40 | ||
Government Effectiveness Index (Indek Efektifitas Pemerintahan) | World Bank | Peringkat | 121 | 98 | 95 | n.a | |
Skor 0-100 | 46 | 53,37 | 54,81 | 59,13 | n.a | ||
E-Government Development Index (Indeks Pembangunan E-Gov/SPBE) | UN | Peringkat 1-193 | n.a | 116 | n.a | 107 | 88* |
Trust Barometer (Indeks Kepercayaan Publik kepada Pemerintah) | Edelmen | Skor 0-49 (Distrust) 50-59 (neutral) 60-100 (trust) | 67 | 62 | 69 | 71 | 73 |
Tabel di atas memperlihatkan sejumlah peningkatan peringkat maupun skor pada sejumlah indeks yang digagas oleh lembaga internasional terkait beberapa hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Dari lima indeks yang tertera dalam Tabel 2, yakni Ease of Doing Business, Corruption Perceptions Index, Government Effectiveness Index, E-Government Development Index, dan Trust Barometer, secara umum keseluruhan indeks menunjukan tren peningkatan peringkat dan skor ke arah yang lebih baik. Terlebih lagi, E-Government Development Index mendapat kenaikan peringkat yang cukup pesat dari tahun 2018 yaitu peringkat 107 menjadi peringkat 88* pada tahun 2019/2020*. Hal ini menunjukan keseriusan pemerintah dalam melakukan perbaikan secara terus menerus dari berbagai aspek penyelenggaraaan pemerintahan. Meskipun demikian peningkatan ini harus didalami juga dalam konteks regional ASEAN, mengingat secara detail Indonesia masih berada dibawah Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Vietnam. Persaingan di tingkat regional ASEAN, ASIA dan Dunia mengharuskan penguatan yang lebih sistematik terhadap perbaikan yang dilakukan
Beberapa indeks tersebut yang tidak menjadi ukuran pada 2015-2019, dapat menjadi refleksi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi karena hal-hal yang diukur dalam indeks-indeks tersebut terkait perubahan yang terjadi di sebuah negara. Kemudian, dampak maupun hasil reformasi birokrasi tidak boleh berhenti pada ukuran-ukuran bagi pemerintah itu sendiri, akan tetapi haruslah juga mencerminkan perubahan secara nyata pada perbaikan kualitas semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan perubahan maupun perbaikan kualitas kesejahteraan di masyarakat. Sebagaimana arahan Presiden bahwa birokasi harus mampu memberikan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat (bukan hanya send tetapi delivered). Reformasi birokrasi dapat dijadikan sebagai faktor pendorong perbaikan ekonomi melalui penciptaan iklim investasi yang baik, penyederhaann prosedur dan penghapusan pungli, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan peningkatan daya saing bangsa dengan menciptakan ASN yang kompeten.
Dalam rangka akselerasi program prioritas RB 2020-2024 sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024, Road Map RB 2020-2024 dan Renstra Kementerian PANRB 2020-2024, yakni Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, khususnya empat kegiatan prioritas, yaitu: Penguatan implementasi manajemen ASN; Penataaan kelembagaan dan proses bisnis; Reformasi sistem akuntabilitas kinerja; Transformasi pelayanan publik,Terdapat tujuh indikator sasaran yang akanmenjadi tolok ukur keberhasilan. Di bawah ini adalah rincian dari indikator tahun 2020-2024 beserta baseline.
Tabel 3. Sasaran dan Target Reformasi Birokrasi 2020-2024

Berkaitan dalam upaya pencapaian target prioritas nasional reformasi birokrasi tahun 2020-2024, Kementerian PANRB sesuai tugas dan fungsinya diharuskan mampu melaksanakan perumusan dan koordinasi kebijakan pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi kepada setiap instansi pemerintah di pusat dan daerah termasuk melakukan kolaborasi konstruktif dalam pelaksanaan level makro (kebijakan reformasi birokrasi yang ditetapkan oleh Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional yang diketuai oleh Wakil Presiden RI) dan meso (K/L tertentu yang bertindak selaku aktor kunci dalam memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi seperti Kementerian Keuangan, Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara, dan Bappenas). Secara mikro lebih detail percepatan dilakukan 84 K/L, 34 Pemerintah Provinsi dan 508 Pemerintah Kab/Kota. Disinilah kontekstualisasi dan kolaborasi menjadi 2 hal yang harus dilakukan dengan tepat, cepat dan detail melalui penetapan fokus dan prioritas. Pertama, fokus. yaitu, upaya reformasi birokrasi akan dilakukan untuk mengatasi akar masalah tata kelola pemerintahan, antara lain, masalah kelembagaan dan tata laksana, serta peningkatan kualitas SDM aparatur dan Kedua, prioritas. Upaya reformasi birokrasi akan diprioritaskan pada perbaikan tata kelola pemerintah pada sektor-sektor strategis sesuai prioritas pembangunan, seperti misalnya masalah kemiskinan, pembangunan insfrastruktur, pengembangan pariwisata, dan seterusnya.
Capaian tahun 2019-2020 yang telah dilakukan dan terus diakselerasikan Kementerian PANRB yang berkolaborasi dengan K/L/Pemda tergambar diantaranya, sebagai berikut:
- Pelaksanaan RB memperlihatkan hasil, yaitu terciptanya birokrasi yang adaptif, dinamis dan fleksibel yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, capaian RB yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menunjukkan hasil yang baik pada rata-rata Indeks RB Nasional pada level kementerian, lembaga, provinsi, hingga kabupaten/kota. Indeks RB Nasional pada level K/L meningkat dari skor 69,4 (2016) menjadi 72,43 (2019), pada level provinsi meningkat dari skor 56,59 (2016) menjadi 63,83 (2019), dan pada level kabupaten/kota menurun dari skor 55,95 (2016) menjadi 53,45 (2019). Hal ini dikarenakan semakin banyaknya kabupaten/kota yang melaksanakan RB.
Gambar 1. Capaian Reformasi Birokrasi 2019

- Penyederhanaan birokrasi ditargetkan selesai pada 2020. Selain memangkas struktural menjadi dua level, pemangkasan lembaga atau badan juga ditargetkan selesai pada kurun waktu tersebut. Penyederhanaan birokrasi wajib dilakukan oleh seluruh instansi, baik pusat maupun daerah. Hingga September 2020, telah dilakukan penyederhanaan struktur birokrasi pada 41 kementerian dan lembaga. Terdapat penyederhanaan eselon III sebesar 53 persen, eselon IV sebesar 51 persen, dan eselon V sebesar 70 persen. Dengan demikian, dari penyederhanaan struktur pada 41 kementerian dan lembaga tersebut terdapat 24.644 atau sebesar 59 persen struktur organisasi yang disederhanakan.
- Penerapan sistem merit diperkuat dengan berbagai kebijakan sistem manjemen SDM Aparatur dari aspek standarisasi jabatan dan kompetensi, perencanaan dan pengadaan ASN, manajemen karier dan talenta, manajemen kinerja dan kesejahteraan SDM Aparatur.
- Penerapan SAKIP didorong untuk terus meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang merupakan hasil dari implementasi manajemen kinerja dan anggaran berbasis kinerja secara berkesinambungan.
- Pelaksanaan evaluasi pelayanan publik menunjukkan adanya perbaikan kualitas pelayanan publik, baik di tingkat K/L maupun Pemda. Evaluasi Pelayanan Publik ini didasarkan pada enam aspek, yaitu: kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana dan prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan, serta inovasi. Hasil dari evaluasi pelayanan publik menunjukkan adanya perbaikan kualitas pelayanan publik setiap tahunnya. Terdapat peningkatan capaian Indeks Pelayanan Publik Nasional dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2017 sebesar 3,28 dan pada tahun 2019 sebesar 3,63. Demikian juga terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik pada Pemerintah Daerah, dimana pada tahun 2017 sebesar 3,28 dan pada tahun 2019 sebesar 3,43.
- Berbagai kebijakan bidang PANRB telah dikeluarkan sepanjang 2020 sampai saat ini untuk mengakselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi, termasuk dalam merespon terjadinya Pandemi COVID-19, sehingga memastikan bahwa aparatur negara tetap terus berperan dalam tugas dan fungsi masing-masing memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Langkah strategis kebijakan pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam pelaksanaan dan percepatan pencapaian 3 Sasaran dan Target Reformasi Birokrasi 2020-2024, harus dapat dipahami, diselaraskan dan dilaksanakan secara terpadu, terarah dan sistematis oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, tentunya kontekstualisasi dan kolaborasi menjadi penting, Bagaimana kontekstualisasi dan kolaborasi konstruktif dapat dilakukan dengan efektif dan efisien?
II. Analisa
Dalam kebijakan RB Nasional 2020-2024 bertujuan untuk mewujudkan birokrasi menjadi birokrasi berkelas dunia. Ini sejalan dengan arahan Presiden bahwa persaingan bukan hanya antar kabupaten atau antar provinsi, tetapi persaingan dilakukan dengan negara lain baik ditingkat regional maupun internasional dalam mendapatkan berbagai kesempatan, seperti sumber daya dan pasar. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi 2015-2019 terdapat beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama yaitu intervensi politik, inkapabilitas ASN dan mentalitas silo, dan birokrasi yang tertutup.
Fokus akselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi 2020-2024 diharapkan pada substansi kualitas dampak pelaksanaan RB pada instansi pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga) maupun pemerintah daerah mendalam sampai level unit kerja utamanya yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Prioritas percepatan reformasi birokrasi ini lebih diarahkan kepada pemerintah daerah mengingat sebagian besar instansi pemerintah pusat telah memiliki kerangka institusional yang relatif baik untuk melanjutkan reformasi birokrasi. Selain itu, reformasi pada birokrasi pemerintah daerah juga sejalan dengan Nawa Cita dan RPJMN yaitu membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan dan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Gagasan tersebut merupakan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik sebagai bagian dari pemulihan kepercayaan publik kepada pemerintah. Sejak desentralisasi dimulai pada tahun 2001, sebagian besar urusan pelayanan publik sehari-hari diatur dan diurus oleh aparatur pemerintah daerah. Oleh sebab itu, relevansi fokus kualitas reformasi birokrasi pada pemerintah daerah menjadi semakin tinggi.
Secara jumlah lokus pemerintah daerah terdiri dari 34 Pemerintah Provinsi dan 514 Pemerintah Kab/Kota, Untuk itu kolaborasi harus dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang concern terhadap pelaksanaan reformasi birokasi, kerja sama dalam pelaksanaan pengawalan dan evaluasi dapat diinisiasi dengan pelibatan pemerintah daerah yang lebih maksimal (Pemerintah Provinsi menilai Kab/Kota diwilayahnya) di dukung oleh Perguruan tinggi di daerah dan masyarakat atau organisasi masyarakat yang concern terhadap pelaksanan RB dan pelayanan publik. Kolaborasi ini harus didukung dengan sistem pembinaan pelaksana pengawalan dan evaluasi serta tools verifikasi yang akuntabel dan transparan. Kolaborasi ini juga dapat memberikan pandangan bahwa birokasi semakin terbuka dan tidak silo.
Heterogenitas karakter Daerah yang jauh lebih tinggi dari instansi pemerintah pusat menjadikan penyeragaman aktivitas reformasi birokrasi mustahil dilakukan. Heterogenitas ini disebabkan perbedaan budaya lokal, lingkungan politik lokal, budaya organisasi, dan sumber daya. Dua faktor pertama cenderung tidak dihadapi oleh kementerian/lembaga. Meskipun demikian, kontekstualisasi reformasi birokrasi juga perlu diterapkan kepada kementerian/lembaga karena pada dasarnya setiap organisasi memiliki budaya, sumber daya, dan kondisi awal (baseline/starting point) yang berbeda-beda.
Kontekstualisasi juga saling berkaitan dengan pengarusutamaan reformasi birokrasi 2020-2024, utamanya terkait kolaborasi dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan dan perluasan agenda reformasi birokrasi. Partisipasi masyarakat membutuhkan perubahan pendekatan pemerintah menjadi fasilitatif, komunikatif, dan terbuka pada kepentingan yang beraneka ragam dari berbagai stakeholder dan masyarakat. Dibutuhkan keluwesan memahami budaya lokal sekaligus dibutuhkan kemampuan memahami, menyelami, dan memecahkan kompleksitas yang ada dalam masalah tersebut dengan pendekatan yang tepat. Solusi yang reaktif, seragam untuk setiap masalah tanpa memerhatikan keunikan masing-masing masalah akan cenderung berujung pada solusi sementara dan justru menjadi masalah yang lebih besar dalam jangka panjang.
Untuk mengembangkan reformasi birokrasi yang kontekstual dan kolaboratif, kerangka kerja dynamic governance yang digagas Neo dan Chen (2007) sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2 dapat digunakan sebagai kerangka strategi kontekstualisasi reformasi birokrasi untuk mewujudkan birokrasi yang dinamis. Pelaksanaan reformasi birokrasi adalah upaya untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang andal (able people) dan kepemerintahan yang responsif (agile processes). Namun, untuk mewujudkan pemerintahan kelas dunia yang bersih, akuntabel, efektif, efisien, dan memberikan pelayanan publik berkualitas, dibutuhkan budaya organisasi pembelajar yang mampu berpikir antisipatif, reflektif, dan inovatif dengan berbasis pada budaya dan nilai-nilai luhur yang ada pada lingkungan internal dan eksternal birokrasi.
Gambar 2. Kerangka Kerja Dynamic Governance

Sumber: Neo dan Chen (2007)
Pemikiran antisipatif memiliki makna setiap aparatur negara (baik individual maupun kolektif sebagai organisasi) harus mampu berpikir jangka panjang dengan mempertimbangkan ketidakpastian yang ada di masa depan. Pemikiran reflektif berarti aparatur negara perlu mempertimbangkan prinsip kehati-hatian (prudential) dalam pembuatan kebijakan. Sementara itu, pemikiran inovatif berarti aparatur negara harus mampu berpikir dalam skala luas, termasuk potensi dampak kebijakan yang akan disusun terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat. Selain itu, pemikiran inovatif juga berarti aparatur negara harus mampu berpikir di luar kebiasaan (out of the box) dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Kemampuan berpikir antisipatif, reflektif, dan inovatif bukan dibangun semata-mata melalui pelatihan, melainkan juga lewat pembangunan proses bisnis kepemerintahan –baik penyusunan kebijakan, pembangunan daerah, maupun penyelenggaraan pelayanan publik– yang menjamin aparatur negara berpikir antisipatif, reflektif, dan inovatif dalam setiap keputusan dan tindakan administrasi pemerintahannya. Secara filosofis, proses bisnis seperti ini telah terwadahi oleh UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun, tentu setiap instansi perlu menyusun lebih lanjut proses bisnisnya masing-masing untuk menjamin kerangka kerja reformasi birokrasi kontekstual berbasis dynamic governance ini dapat berjalan baik. Perubahan proses bisnis ini pasti menghadapi tantangan baik berupa waktu penyesuaian ataupun resistensi dari sebagian SDM aparatur, namun dalam jangka menengah hingga jangka panjang, perubahan ini akan mengubah model mental keseluruhan aparatur negara, sehingga apapun perubahan lingkungan yang terjadi sebagai tantangan birokrasi, baik itu lingkungan politik, sosial, ekonomi, teknologi, ataupun masalah internal birokrasi, dapat disiapkan solusinya sejak dini sesuai kebutuhan masing-masing organisasi. Hasil dari pemikiran antisipatif, reflektif, dan inovatif yang berbasis budaya ini sangat mungkin berbeda-beda antarinstansi pemerintah, tetapi hasil tersebut juga adalah yang terbaik bagi instansi dan pada akhirnya bagi Indonesia.
Tantangan terbesar bagi pendekatan reformasi birokrasi kontekstual dan kolaboratif adalah memastikan keselarasan arah pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan birokrasi pada khususnya. Namun demikian, secara legal-formal, tantangan ini telah diantisipasi dengan ditetapkannya 8 (delapan) area perubahan dan hasil-hasil yang diharapkan dicapai oleh setiap instansi pelaksana reformasi birokrasi tingkat mikro. Menjadi tugas Kementerian PANRB sebagai penggerak utama reformasi birokrasi sekaligus bagian dari pelaksana reformasi birokrasi tingkat makro dan meso untuk memastikan arah kebijakan K/L/D konsisten dengan area perubahan ini, sekaligus dalam waktu bersamaan mendorong kontekstualisasi reformasi birokrasi sesuai kebutuhan masing-masing instansi.
Penguatan kapasitas oganisasi Kementerian PANRB dalam rangka percepatan reformasi birokrasi harus terus ditingkatkan diantaranya melalui penguatan koordinasi Sekretariat Tim Nasional RB dalam bersinergi dengan TIRBN dan TPKRBN secara lebih intensif dan rutin untuk memberikan masukan pelaksanaan kebijakan nasional RB kepada KPRBN; penguatan koordinasi dan sinkronisasi serta evaluasi kebijakan secara terintegrasi dengan seluruh unit kerja Kementerian PANRB sebagai penanggungjawab substansi area perubahan; penguatan koordinasi yang terkoodinir, intensif dan rutin melalui forum sharing pengetahuan antar K/L/D sehingga implementasi kebijakan yang dinilai baik dalam setiap area perubahan dapat secara cepat di replikasi oleh K/L/D; pengembangan sistem informasi dalam kerangka Knowledge Management Reformasi Birokrasi Nasional yang terintegrasi dalam satu data Kementerian PANRB sehingga berbagai pengetahuan pelaksanaan reformasi birokrasi dapat terintegrasi dan mudah diakses dalam pengambilan keputusan dan kebutuhan informasi K/L/D dalam bidang PANRB.
Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 telah memberikan pedoman dan warna baru dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Serangkaian penyempurnaan sistem yang merupakan kelanjutan dari reformasi birokrasi periode sebelumnya dan prioritasi dan pendalaman aspkek kualitas pada reformasi birokrasi telah terakomodasi dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024. Dokumen hidup (living document) ini juga menjamin setiap instansi pelaksana reformasi birokrasi tingkat mikro (kementerian/lembaga/pemerintah daerah) untuk melaksanakan reformasi birokrasi sesuai kebutuhan masing-masing. Heterogenitas karakteristik dan kemajuan reformasi birokrasi di masing-masing instansi, terutama pemerintah daerah, merupakan faktor utama kebutuhan kontekstualisasi reformasi birokrasi ini. Penyempurnaan kontekstual perlu terus dikembangkan dalam uraian lebih detail mengenai program tahunan ditingkat makro, meso maupun mikro. Hal ini mengharuskan dibukanya ruang untuk melakukan reviu yang mendalam mengenai indicator, target dan rencana aksi yang kontekstual sesuai dengan kondisi masing-masing instansi.
Dalam rangka mendorong kontekstualisasi reformasi birokrasi, setiap instansi perlu mengembangkan kepemerintahan yang dinamis berbasis nilai-nilai dan budaya yang baik. Kerangka kerja dynamic governance yang berlandaskan prinsippemikiran antisipatif, reflektif, dan inovatif (think ahead, think again, think across) menjadi salah satu kerangka pikir dan kerja yang dapat digunakan instansi pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan pengembangan budaya kerja sebagai upaya terintegrasi dalam pelaksanaan manajemen perubahan di K/L/D.
Dengan kontekstualisasi dan kolaborasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, pemerintah tidak hanya menjadi lebih siap secara kelembagaan untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapinya, namun juga memiliki modal mental yang tepat untuk menghadapi tantangan-tantangan lain di masa depan.
III. Rekomendasi dalam Penyempurnaan Kebijakan dan Koordinasi, Sinkronisasi dan Evaluasi Kebijakan
Berdasarkan analisa diatas, beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan dalam penyempurnaan kebijakan terkait reformasi birokrasi yang kontekstual dan kolaborasi sebagai berikut:
1. Sebagai Dokumen hidup (living document) perlu dilakukan penyempurnaan kontekstual terhadap Road Map RB 2020-2024 dengan uraian lebih detail mengenai program dan kegiatan pertahun utamannya ditingkat makro, meso maupun mikro. Hal ini mengharuskan dibukanya ruang untuk melakukan reviu yang mendalam mengenai indikator, target dan rencana aksi yang kontekstual sesuai dengan kondisi masing-masing instansi yang terlibat dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.
2. Fokus akselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi 2020-2024 diharapkan pada substansi kualitas dampak pelaksanaan RB pada instansi pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga) maupun pemerintah daerah mendalam sampai level unit kerja utamanya yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Prioritas percepatan reformasi birokrasi ini lebih diarahkan kepada pemerintah daerah mengingat sebagian besar instansi pemerintah pusat telah memiliki kerangka institusional yang relatif baik untuk melanjutkan reformasi birokrasi.
Secara jumlah lokus pemerintah daerah terdiri dari 34 Pemerintah Provinsi dan 514 Pemerintah Kab/Kota, Untuk itu kolaborasi harus dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang concern terhadap pelaksanaan reformasi birokasi, kerja sama dalam pelaksanaan pengawalan dan evaluasi dapat diinisiasi dengan pelibatan pemerintah daerah yang lebih maksimal (Pemerintah Provinsi menilai Kab/Kota diwilayahnya) di dukung oleh Perguruan tinggi di daerah dan/atau masyarakat atau organisasi masyarakat yang concern terhadap pelaksanan RB dan pelayanan publik. Kolaborasi ini harus didukung dengan sistem pembinaan SDM yang melaksanakan pengawalan dan evaluasi serta tools verifikasi hasil penilaian yang akuntabel dan transparan. Kolaborasi ini juga dapat memberikan pandangan bahwa birokasi semakin terbuka dan tidak silo.
3. Penguatan kapasitas oganisasi Kementerian PANRB dalam rangka percepatan reformasi birokrasi harus terus ditingkatkan diantaranya melalui:
- Penguatan koordinasi Sekretariat Tim Nasional RB dalam bersinergi dengan TIRBN dan TPKRBN secara lebih intensif dan rutin untuk memberikan masukan pelaksanaan kebijakan nasional RB kepada KPRBN;
- Penguatan koordinasi dan sinkronisasi serta evaluasi kebijakan secara terintegrasi dengan seluruh unit kerja Kementerian PANRB sebagai penanggungjawab substansi area perubahan;
- Penguatan koordinasi yang terkoodinir, intensif dan rutin melalui forum sharing pengetahuan antar K/L/D sehingga implementasi kebijakan yang dinilai baik dalam setiap area perubahan dapat secara cepat di replikasi oleh K/L/D;
- Pengembangan sistem informasi dalam kerangka Knowledge Management Reformasi Birokrasi Nasional yang terintegrasi dalam satu data Kementerian PANRB sehingga berbagai pengetahuan pelaksanaan reformasi birokrasi dapat terintegrasi dan mudah diakses dalam pengambilan keputusan dan kebutuhan informasi K/L/D dalam bidang PANRB.
4. Pengembangan nilai-nilai kepemerintahan yang dinamis berbasis nilai-nilai dan budaya yang baik. Kerangka kerja dynamic governance yang berlandaskan prinsip pemikiran antisipatif, reflektif, dan inovatif (think ahead, think again, think across) menjadi salah satu kerangka pikir dan kerja yang dapat digunakan instansi pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan pengembangan budaya kerja sebagai upaya terintegrasi dalam pelaksanaan manajemen perubahan di K/L/D.
Referensi:
- Aberbach, Joel D. & Tom Christensen, 2014, “Why reforms so often disappointâ€, American Review of Public Administration, vol. 44, no. 1, pp. 3-16.
- Demmers, Jolle, Alex E. Fernandez Jilberto, & Barbara Hogenboom, 2004, “Good governance and democracy in a world of neoliberal regimesâ€, dalam Jolle Demmers, Alex E. Fernandez Jilberto, & Barbara Hogenboom (eds), Good Governance in the Era of Global Neoliberalism: Conflict and Depolitisation in Latin America, Eastern Europe, Asia, and Africa, New York, Routledge, pp. 1-32.
- Dwiyanto, Agus, 2010, Mengembalikan Kepercayaan Publik melalui Reformasi Birokrasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
- Edelman, 2015, “Edelman trust barometer 2013â€, laporan penelitian, http://www.slideshare.net/EdelmanInsights/global-deck-2013-edelman-trust-barometer-16086761, dilihat pada 10 September 2015.
- Edelman, 2015, “Trust in Asia Pacific, Middle East, & Africaâ€, laporan, http://www.edelman.com/2015-edelman-trust-barometer/trust-around-world/trust-asia-pacific-middle-east-africa-2015/, dilihat pada 10 September 2015.
- Laporan Kinerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tahun 2020.
- Neo, Boon Siong & Geraldine Chen, 2007, Dynamic Governance: Embedding Culture, Capabilities, and Change in Singapore, Singapore, World Scientific Publishing.
- Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2025.
- Polidano, Charles & David Hulme, 1999, “Public management reform in developing countriesâ€, Public Management Review, vol. 1, no. 1, pp. 121-132.
- Scharmer, C. Otto, 2009, Theory U: Leading from the Future as it Emerges, San Fransisco, Berrett-Koehler.
- Senge, Peter M. The Fifth Discipline: The Art & Practice of Learning Organization, New York, Doubleday/Currency.
- Vigoda-Gadot, Eran & Shlomo Mizrahi, 2014, Managing Democracies in Turbulent Times: Trust, Performance, and Governance in Modern States, Heidelberg, Springer.