Skip to content
Reform Kita
  • Home
  • Profile
    • Tim RBI Kemenpan
    • Rencana Aksi RBI
    • Road Map RBI
    • Makna Logo
    • Nilai dan Kode Etik
  • Modul
    • Manajemen Perubahan
    • Perundang-undangan
    • Organisasi
    • Tata Laksana
    • Manajemen SDM
    • Akuntabilitas
    • Pengawasan
    • Pelayanan Publik
  • Publikasi
    • e-Magazine
    • e-Journal
    • e-Bulletin
    • Laporan RBI
  • Tanya Jawab
  • Login
Artikel

Reformasi Birokrasi Menciptakan Pelayanan Publik Bersih dan Profesional

  • June 8, 2020June 8, 2020
  • by arwid

oleh: Fahmi Prayoga – Analis Kebijakan Publik

Untuk mewujudkan pembangunan dan pelayanan publik yang prima, reformasi birokrasi sangat penting. Namun, kenyataannya, reformasi birokrasi belum optimal karena kurangnya komitmen pimpinan dan pola pikir yang masih birokratis. Reformasi birokrasi selanjutnya akan berpengaruh terhadap pelayanan publik. Mengapa? Karena muara penyelenggaraan negara adalah pelayanan kepada publik.

Maka sudah sepatutnya masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan kepada publik. Pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan serta kesiapan dari setiap daerah. Terdapat beberapa model pengembangan strategi implementasi reformasi birokrasi di daerah. Pertama, Institutional-Documentative Strategy. Mayoritas aspek ini mengenai reformasi birokrasi dalam tataran kelengkapan/pemenuhan dokumen berupa tata tertib dan peraturan.

Kedua, Institutional-Implementative Strategy. Perubahan mengarah pada mengatur internal organisasi. Ketiga, Institutional-Public Implementative Strategy. Aspek-aspek perubahan dilaksanakan berdasarkan pada pelibatan masyarakat secara langsung, kebijakan dirumuskan berdasarkan kebutuhan masyarakat/stakeholder. Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia saat ini sudah masuk tahap 3 Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional.

Di akhir periode ini, reformasi birokrasi diharapkan menghasilkan sebuah world class bureaucracy yang memiliki ciri tata kelola yang semakin efektif, efisien, serta pelayanan publik yang semakin berkualitas. Saat ini soal penyederhanaan regulasi dengan identifikasi dan perbaikan regulasi masih tumpang tindih. Selain itu, masih adanya birokrasi dengan prosedur panjang dapat dipangkas untuk memudahkan masyarakat.

Saat ini telah disusun peta jalan Reformasi Birokrasi untuk 2020-2024 (Permenpan Nomor 25 Tahun 2020), sebagai alat bantu dalam menjabarkan visi misi presiden serta rencana pembangunan lima tahun. Peta jalan ini menjadi acuan kementerian, lembaga pemerintah, dan daerah sehingga reformasi birokrasi menciptakan pemerintahan bersih, akuntabel, dan kapabel secara terstruktur, dan pada akhirnya akan menciptakan pelayanan publik yang bersih dan profesional.

sumber: Harian Kompas 8 Juni 2020

Artikel

Birokrasi Tangkas Atasi Covid

  • April 16, 2020April 16, 2020
  • by arwid

Ketika birokrasi di negeri ini baru mulai berbenah menghadapi disrupsi revolusi digital, kini, kita dihadapkan pada tantangan yang mahadahsyat, pandemi Covid-19.

Tantangan yang sama sekali tak terbayangkan. Pandemi ini memorakporandakan tatanan kehidupan dunia sangat cepat dan masif sehingga, tidak heran, banyak negara kelabakan menghadapinya, termasuk negara-negara adidaya.

Indonesia tidak terkecuali. Terbukti, setelah hampir sebulan diberlakukan bekerja dari rumah, pelayanan publik yang seharusnya lebih optimal membantu masyarakat menghadapi pandemi justru malah terganggu.

Berdasarkan laporan yang masuk ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 17 Maret hingga 9 April 2020, banyak warga yang mengeluhkan terganggunya pelayanan publik. Keluhan paling banyak adalah tidak terlayaninya pelayanan administrasi kependudukan, kelistrikan, perpajakan, perizinan, keimigrasian, serta terkait minyak dan gas. Alih-alih melancarkan penanggulangan Covid-19, berbagai gangguan ini menunjukkan kebalikannya.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dengan mendorong warga bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah. Untuk membantu perekonomian rakyat kecil akibat kebijakan PSBB, pemerintah meluncurkan bantuan sosial. Hambatan administrasi kependudukan malah kian menyulitkan warga untuk mendapatkan akses, termasuk layanan kesehatan.

Dalam rangka memutus mata rantai penularan Covid-19, pelayanan publik saat ini dilakukan dengan penuh keterbatasan. Ada yang sepenuhnya dilakukan melalui sistem daring; ada yang dilakukan seperti biasanya, tetapi dengan prosedur ketat jaga jarak; ada juga yang mengombinasikannya. Namun, itu semua agar bisa berjalan optimal membutuhkan sejumlah prasyarat dan persiapan.

Penyiapan infrastruktur teknologi, struktur kerja yang baru yang tangkas, agile (tangkas), serta yang terpenting perubahan kultur yang memperhatikan kebutuhan konsumen menjadi keharusan.

Global Connectivity Index 2019, yang mengukur indikator transformasi digital sejumlah negara, misalnya, masih menempatkan Indonesia di urutan ke-62 dari 76 negara. Urutan teratas adalah Amerika Serikat (1), Singapura (4), Jepang (6), Korea Selatan (13), China (26), dan Malaysia (30).

Sejumlah daerah boleh jadi sudah lebih siap. Sebut saja DKI Jakarta, Kota Surabaya, atau Kabupaten Banyuwangi yang gencar melakukan transformasi. Namun, masih banyak daerah di negeri ini yang masih jauh dari siap.

Kini, segenap jajaran birokrasi, dari atas hingga bawah, tidak bisa lagi menunggu. Teladan dan pengawasan kerja yang terukur dari semua kepala daerah maupun pimpinan instansi dan lembaga perlu dilakukan untuk memastikan pelayanan publik berjalan optimal di tengah pandemi. Saatnya, aparatur sipil negara berada di garis depan, membuktikan komitmennya pada pelayanan publik.

Sumber: Harian Kompas, 16 April 2020

Artikel

Debirokratisasi Era Jokowi

  • December 30, 2019December 30, 2019
  • by arwid

Oleh: Nina Susilo

Mewujudkan birokrasi yang baik, profesional, dengan mind set dan culture set yang mencerminkan integritas dan kinerja tidak cukup mengandalkan perampingan semata. Penyederhanaan birokrasi menjadi program keempat yang akan dilakukan pemerintahan Joko Widodo, Eselon III dan IV dipangkas, dialihkan menjadi jabatan fungsional.

Harapannya, pemangkasan itu membuat prosedur menjadi pendek, birokrasi jadi lincah, dan investasi masuk dengan cepat. Investasi akan menciptakan lapangan kerja.

Tjahjo menjelaskan bagaimana selama ini sebuah instruksi dilaksanakan. Tugas dari menteri diberikan kepada direktur jenderal/deputi yang merupakan eselon I, lalu diturunkan ke direktur pejabat eselon II, kemudian diberikan ke pejabat eselon III yang setelahnya dilanjutkan ke pejabat eselon IV. Dari pejabat eselon IV, barulah tugas dikerjakan pegawai fungsional. Ketika akan diserahkan kembali hasilnya, prosesnya bertingkah serupa kembali terjadi.

Betapa panjang rantai kerja birokrasi. Proses perizinan juga melalui proses hierarki ini. Durasi pengerjaan bertambah panjang ketika salah seorang pejabat sedang absen atau tidak ada di kantor. Hal ini, menurut Tjahjo, membuat Presiden Jokowi jengkel dan meminta dilakukan debirokratisasi.

Kementerian PANRB pun mencoba menerapkannya. Sebanyak 159 jabatan struktural eselon III dan IV dialihkan menjadi jabatan fungsional. Tinggal tiga jabatan yang disisakan, yakni Kepala Bagian Tata Usaha dan Layanan Pengadaan, Kepala Subbagian Rumah Tangga, dan Kepala Subbagian Protokol.

Kementerian/Lembaga lain pun mulai mengidentifikasi jabatan-jabatan struktural yang bisa dialihkan ke jabatan fungsional. Namun, beberapa jabatan eselon III dan IV tak perlu dihapus. Surat Edaran Menpan RB No 384/2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi menyebutkan perkecualian pada pejabat yang bertugas sebagai kepala satuan kerja dengan kewenangan penggunaan anggaran atau pengadaan barang/jasa; memliki tugas dan fungsi terkait otoritas, legalisasi, pengesahan, persetujuan dokumen, atau kewenangan kewilayahan; atau kriteria khusus lain berdasarkan usulan tiap kementerian/lembaga. Jadi, jabatan seperti camat dan lurah tak serta merta dihilangkan.

Tjahto pun optimis, pertengahan 2020, debirokratisasi selesai di tingkat kementerian/lembaga. Namun, untuk jajaran pemerintahan daerah, ia tak berani memastikan.

Hal lain yang perlu diperhatikan, keberhasilan debirokratisasi sangat dipengaruhi oleh peran pejabat pembina kepegawaian (PPK). Yang dimaksud PPK adalah menteri/kepala lembaga dan kepala daerah. Hanya saja, kebijakan ini berpotensi dijadikan senjata oleh kepala daerah untuk menyingkirkan para pejabat yang dinilai tak mendukungnya dalam pemilihan kepala daerah dan memberikan ‘hadiah’ kepada pejabat yang berkontribusi dalam pilkada. Hal serupa juga bisa dibaca publik dalam pemilihan para pejabat di sekeliling Presiden. Oleh karena itu, indikator yang obyektif mesti disiapkan dalam pemangkasan birokrasi.

Komprehensif

Selain itu, debirokratisasi memerlukan langkah yang komprehensif. Pengajar School of Policy the University of Southern California, Gerald E Caiden, dalam artikelnya, Administrative Reform, di Handbook of Comparative and Development Public Administration (2001) menyebutkan, debirokratisasi juga mencakup perbaikan cara pengambilan keputusan dan kebijakan; dekonsentrasi kekuasaan dan otoritas; penyembuhan penyakit birokrasi seperti kecurangan, buang-buang anggaran, dan korupsi; adopsi teknologi yang mumpuni; menyederhanakan proses administrasi; mengurangi utang publik; memperbaiki simulasi dan prediksi; mendidik pengelola publik dalam mengelola pemerintahan; menekankan etika dan norma publik; serta deregulasi.

Tanpa langkah komprehensif di atas, kendati mengurangi kegiatan yang tidak produktif dan melaksanakan reorganisasi bisa meningkatkan kinerja, hal itu tetap tidak bisa mengatasi penggunaan anggaran berlebihan. Apalagi, di Asia, resistensi birokrasi dan masalah korupsi disebutkan bisa dengan mudah menggagalkan upaya reformasi yang dilakukan.

Untuk itu, Caiden menegaskan, keberhasilan reformasi birokrasi sangat bergantung pada praktik keseharian pemerintahan dan ratusan ribu pegawai yang menangani urusan publik. Karena, itu diperlukan sistem yang tertata dan para pemimpin yang mampu mengarahkan dan memastikan reformasi birokrasi terus berjalan. Mewujudkan birokrasi yang baik, profesional, dengan mind set dan culture set yang mencerminkan integritas dan kinerja tinggi tidak cukup mengandalkan perampingan semata.

Sumber: Harian Kompas 23 Desember 2019

Artikel

Reformasi Pencegahan Korupsi

  • December 11, 2019December 11, 2019
  • by arwid

Oleh: Adnan Pandu Praja

Melemahnya fungsi penindakan KPK seyogianya diimbangi dengan penguatan pencegahan korupsi melalui pemberdayaan audit internal, khususnya penerapan manajemen risiko. Hal ini sejalan dengan prioritas Presiden Jokowi dalam memperbaiki manajemen APBN.

Bercermin dari reformasi di Amerika pasca-skandal Watergate (1972) yang mengakibatkan mundurnya presiden Nixon sebelum dilengserkan, yang pertama dilakukan dalam mencegah korupsi adalah mereformasi inspektorat jenderal dengan membentuk Office of Inspectorate General tahun 1976. Setelah itu baru mereformasi penindakan korupsi melalui undang-undang FCPA (Foreign Corrupt Practice Act) pada tahun 1977.

Mengapa perlu mereformasi inspektorat jenderal (irjen), karena hampir seluruh permasalahan keuangan bisa terlacak oleh irjen seperti penggelembungan (mark up) anggaran, rekayasa tender sejak perencanaan dan proyek dadakan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya. Kasus dana haji tidak akan terbongkar oleh KPK tanpa peran irjen ketika itu.

Berbagai modus korupsi sesungguhnya dapat dimitigasi sejak awal bila laporan keuangan telah meliputi pula manajemen risiko, sebagaimana telah diterapkan puluhan tahun di Australia Barat di bawah kendali Office of Auditor General.

Kendati Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah (SPIP) sudah mengatur soal mitigasi risiko korupsi, tetapi hal itu belum bisa efektif karena beberapa hal berikut.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlalu fokus pada urusan mikro yang sesungguhnya cukup diurus oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di Australia, Inspektorat Jendral (Auditor General) yang berada di bawah kendali Office of Inspectorate General atau Office of Auditor General mengelola urusan mikro seperti audit instansi pemerintah.

Sedangkan BPK Amerika yang disebut Government Accountability Office melakukan audit terhadap program nasional yang bersifat makro, lintas instansi horizontal dan vertikal. Kendati berskala nasional, tetapi cukup dikepalai oleh seorang CEO saja. Sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia.

Laporan hasil audit keuangan instansi pemerintah di Indonesia bersifat post factum dan belum termasuk manajemen risiko seperti di Australia. Setidaknya butuh waktu tiga tahun bagi Auditor General di Australia dalam merencanakan audit keuangan berikut mitigasi risikonya sampai tahap akhir. Dengan demikian nampak jelas peran signifikan pengendalian oleh audit internal di Australia.

Audit internal kurang steril dari campur tangan eksekutif maupun legislatif. Kriteria independensi audit internal di Amerika: tidak bertanggung jawab kepada dan tidak diangkat oleh pimpinan instansinya (Pejabat Pengguna Anggaran/PPA).

Jalan Pintas

Sambil menunggu reformasi struktural reposisi audit internal, berikut Quick Wins sebagai jalan pintas yang segera dapat dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah korupsi dan mitigasi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Pertama, lelang jabatan inspektorat jenderal. Manfaat lelang jabatan bila dilaksanakan secara transparan oleh panitia yang kredibel adalah: (1) hanya pelamar yang bersih yang akan ikut lelang jabatan, sedangkan yang reputasinya sudah tercemar akan urung melamar karena akan dipermalukan di depan publik, (2) yang lolos seleksi akan menjaga reputasinya selama menjabat sementara atasannya pun enggan melakukan intervensi, (3) manfaat yang paling signifikan akan mengangkat marwah inspektorat jendral bukan lagi sebagai tempat pembuangan staf.

Kedua, manajemen risiko dalam laporan audit. Audit keuangan yang terintegrasi dengan manajemen risiko jauh lebih sistemik dalam mencegah terjadinya salah kelola termasuk risiko korupsi karena bersifat pre-emptive dan tingkat risikonya terukur dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko yang meliputi sistem, prosedur, kualitas personel, biaya dan jangka waktu.

Aspek yang paling menonjol dari manajemen risiko adalah adanya tiga lapis pertahanan (three line of defence) dengan audit internal di lini terakhir. Prinsipnya, seluruh komponen instansi akan terlibat dalam mitigasi terjadinya risiko.

Menurut Richard F Chamber, presiden Institute of Internal Auditors dalam bukunya Trusted Advisor, menjadi auditor terpercaya tak cukup hanya paham konsep GRC (Governance, Risk Management dan Compliance) tetapi juga harus dapat menjabarkan implementasinya.

Setidaknya ada tiga atribut utama menjadi trusted advisor: atribut personal, atribut komunikasi dan atribut profesional. Atribut personal antara lain standar etik yang tinggi dan open-mindedness. Auditor harus terbuka terhadap perbedaan pendapat dan memiliki cukup empati terhadap kepribadian yang sulit (difficult personality). Atribut komunikasi harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar dapat merangsang inisiatif di lingkungan kerja, bukan yang menjatuhkan motivasi seseorang. Atribut profesional, harus memiliki pola pikir kritis agar dapat menemukan akar masalah.

“Peer review”

Peer review adalah instrumen kontrol antar sesama institusi yang lazim berlaku di dunia. Antar institusi KPK di seluruh dunia saling me-review secara berkala namun tak resiprokal dengan mengacu implementasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Tahun ini KPK bersama Honduras mereview Vietnam, sementara KPK kita di-review Yaman dan Ghana.

Manfaat peer review adalah pertama, akan menyingkap lorong-lorong gelap yang selama bertahun-tahun telah menjadi zona nyaman KKN yang luput dari pantauan internal audit, sehingga akibatnya segera tercipta zona-zona bebas KKN. Kedua, terjadi proses pembelajaran dan pematangan institusi (maturity level) antar sesama audit internal dalam satu area, misalnya peer review antar audit internal di lingkungan pemda di bawah Kementerian Dalam Negeri. Atau peer review di lingkungan BUMN di bawah Menteri BUMN.

Ketiga, audit vendor oleh audit internal yang telah diatur dalam Panduan Praktis Auditing External Business Relationships oleh The Institute of Internal Auditors tahun 2009 dapat diterapkan untuk membongkar zona nyaman KKN dengan vendor selama ini.

Adnan Pandu Praja, Mantan Komisioner KPK dan Komisaris Independen serta Ketua Komite Audit PT MRT Jakarta

Sumber: Harian Kompas, 10 Desember 2019

Artikel

Orkestrasi Reformasi Birokrasi

  • November 30, 2019December 6, 2019
  • by arwid

oleh: Eko Prasojo

Presiden Jokowi telah menyampaikan lima prioritas pembangunan nasional untuk periode pemerintahan 2019- 2024 dalam pidato kenegaraan beberapa waktu lalu. Lima prioritas itu pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, reformasi birokrasi, mempermudah perizinan untuk investasi dan memperbaiki manajemen APBN yang fokus dan tepat sasaran.

Kelima prioritas ini sangat tepat dan memberikan keseimbangan antara pembangunan infrastruktur, pembangunan manusia dan pembangunan kelembagaan birokrasi. Khusus untuk prioritas reformasi birokrasi (RB), apa yang harus dilakukan oleh pemerintahan?

Tugas utama dari setiap pemerintahan adalah memastikan bahwa kebijakan dan pelayanan publik dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Karena itu, agenda reformasi administrasi publik (atau lebih dikenal reformasi birokrasi), harus menjadi prioritas strategis pemerintah untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat, sekaligus memperkuat daya saing bangsa. Kualitas birokrasi juga akan meningkatkan beberapa indikator pembangunan sosial ekonomi.

Indikator Tata Kelola Pemerintahan Global (Global Governance Index) Indonesia sejak tahun 2006 hingga kini sejatinya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Semua Indikator masih berada di bawah nilai 60. Efektivitas pemerintahan dan kontrol terhadap korupsi mengalami perbaikan, meskipun sangat lambat.

Indeks Daya Saing Global Indonesia, meskipun rankingnya naik tetapi tidak signifkan, tidak stabil dan masih berada di bawah negara-negara ASEAN. Tahun lalu indeks daya saing Indonesia berada di rangking 45, tahun ini turun di ranking 50. Data itu mengindikasikan kualitas birokrasi di Indonesia masih jauh dari kondisi kecukupan dan perlu mendapatkan komitmen serius.

Empat agenda utama

Ada empat agenda besar reformasi birokrasi yang harus dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Pertama, reformasi regulasi (regulatory reform) yang berfokus pada penataan berbagai peraturan perundang-undangan baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.

Problem dasar peningkatan daya saing Indonesia adalah banyaknya peraturan yang tumpang tindih, disharmoni dan terlalu banyak (over regulated). Setiap sektor memiliki peraturan menteri baik yang dimandatkan oleh undang-undang, peraturan pemerintah maupun yang berupa pelaksanaan tugas pokok menteri, yang menimbulkan kerumitan, birokratisasi, berbelit-belit, kelambanan serta ego sektoral antar-kementerian.

Pada sisi lainnya, secara vertikal banyak sekali peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dibuat setelah proses desentralisasi tahun 1999. Catatan Kementerian Dalam Negeri saat ini ada sekitar 30.000 perda, dan 25 persen di antaranya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Bagaimana melakukan reformasi regulasi? Rencana pemerintah membentuk Badan Regulasi Nasional perlu didukung. Lembaga ini merupakan penggabungan berbagai lembaga yang saat ini berfungsi dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Deputi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Sekretariat Negara dan Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Lembaga ini harus diberikan wewenang untuk mengharmonisasikan proses penyusunan peraturan perundang-undangan; lalu berdasarkan kajian melakukan revisi dan pembatalan pasal dalam peraturan menteri; serta mengusulkan perubahan peraturan pemerintah. Untuk membuat peraturan yang terintegrasi dalam satu sasaran strategis pembangunan, misalnya peningkatan lapangan kerja dan penguatan daya saing, maka Omnibus Law dapat diberlakukan. Dalam proses review, lembaga ini dapat melibatkan perguruan tinggi, pebisnis, media dan kelompok masyarakat.

Kedua, reformasi struktural (structural reform) yang berkaitan dengan perubahan desain struktur organisasi dan proses bisnis pemerintahan. Desain struktur organisasi birokrasi Indonesia saat ini mengalami dua gangguan besar: (1) tidak berkaitan dengan pencapaian kinerja pemerintahan, (2) sangat hierarkis, gemuk dan sentralistis. Reformasi struktur organisasi setidaknya harus menyelesaikan dua persoalan dasar ini.

Desain struktur organisasi kementerian/lembaga dan pemerintahan daerah harus berdasarkan indikator dan target kinerja yang dibebankan kepada masing-masing unit. Dengan cara ini banyak unit organisasi yang mungkin tak memiliki peran dalam pencapaian kinerja organisasi dapat segera dibubarkan. Selain tercapainya kinerja, organisasi seperti ini juga bisa mengefisiensikan anggaran yang tak diperlukan.

Ketiga, reformasi budaya (cultural reform) yang berkaitan dengan perubahan nilai dasar, cetak pikir dan perilaku ASN. Belajar dari Korea, Jepang, China dan Singapura, perubahan budaya menjadi fondasi terpenting dalam birokrasi. Perlu dikembangkan nilai dasar utama birokrasi seperti antikorupsi, tanggung jawab dan kerja sama. Nilai ini tentu saja harus diinternalisasikan mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam sistem birokrasi formal, nilai ini sudah harus dimulai dari Diklat Prajabatan.

Setiap pimpinan harus dapat memberikan teladan kepada bawahan, dibentuk agen-agen perubahan dan agen integritas, pelaksanaan kode etik dan kode perilaku, pelaksanaan whistle blower system, serta penegakan sistem reward and punishment. Perubahan budaya memang tidak bisa berlangsung cepat dan sekali jadi, tetapi pemerintah dan seluruh ASN harus sudah memulainya.

Keempat, transformasi digital (digital transformation) yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi (IT), komunikasi dan teknologi robotik (artificial intelligent). Integrasi berbagai reformasi birokrasi akan diikat dengan kemajuan IT, komunikasi dan pemakaian intelijensia buatan. Teknologi akan mengintegrasikan secara vertikal dan horizontal hubungan struktural dan fungsional serta memangkas proses bisnis secara horizontal. Teknologi juga akan memaksa perubahan interaksi perilaku interaksi antar-unit dan antar orang di organisasi pemerintah, maupun antara pemerintah dengan masyarakat.

Untuk keperluan transformasi digital, Presiden Jokowi harus menetapkan beberapa program prioritas. Mengantisipasi perubahan generasi Y dan Z yang lebih senang bekerja di rumah dan berbasis output, pemerintah sudah harus menyediakan fasilitas dan infrastruktur kerja jarak jauh, waktu kerja yang fleksibel, dan ukuran kinerja yang lebih jelas kepada setiap pegawai. Dalam 5-10 tahun yang akan datang, para pegawai ASN akan lebih banyak bekerja di rumah, rapat-rapat dilakukan dengan video conference, dan para pegawai pelaksana pelayanan publik akan digantikan dengan robot (robotic agents).

Kepemimpinan perubahan

Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan kepemimpinan dan komitmen kolektif. Wakil Presiden sebagai Ketua Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) memimpin dan memutuskan kebijakan strategis dan program RB seperti deregulasi, debirokratisasi, transformasi budaya dan transformasi digital. Menteri PANRB mengkoordinasikan dan melaksanakan program RB di kementerian dan lembaga.

Setiap menteri harus memahami esensi dan substansi RB, memerintahkan dan mengawal secara langsung berbagai program perubahan. Menteri Dalam Negeri bekerja sama dengan MenPANRB mengkoordinasikan pelaksanaan RB di provinsi dan kabupaten/kota. Setiap gubernur/bupati dan walikota harus memahami dan memimpin secara langsung berbagai perubahan fundamental.

Berbagai kemajuan dan hambatan dalam pelaksanaan program RB harus dibahas bersama dengan wapres secara periodik dan segera mendapatkan keputusan untuk ditindaklanjuti oleh para menteri, pimpinan lembaga, gubernur, bupati dan walikota. Sekretariat Wapres untuk KPRBN harus mengawal berbagai pelaksanaan keputusan yang sudah disepakati serta melaporkan kemajuannya dalam sidang berikutnya.

Selain itu, indikator capaian program RB juga harus dapat diukur dalam kurun waktu tertentu, misalnya tingkat efisiensi anggaran dan efektivitas pemerintahan, kemudahan izin memulai usaha, kontrol terhadap korupsi, tingkat daya saing, serta kualitas pelayanan publik. Berbagai indikator ini harus terus-menerus diukur dan dievaluasi serta dicarikan berbagai solusinya secara cepat.

Berbagai perubahan itu harus dilakukan secara komprehensif dan bersungguh-sungguh dengan desain yang jelas serta batas waktu yang terukur. Pemerintah harus melakukan sekarang, karena jika tidak dimulai pada periode ini, maka tidak akan selesai pada periode berikutnya. Semoga.

(Eko Prasojo, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI)

Sumber: Harian Kompas 28 November 2019

Berita

Kementerian PANRB Raih Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik

  • November 22, 2019November 23, 2019
  • by arwid

Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kementerian PANRB, Jufri Rahman, saat menerima Anugerah Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (21/11)

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) meraih Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dengan kualifikasi Badan Publik Menuju Informatif. Penghargaan diserahkan Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana tersebut diterima Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kementerian PANRB Jufri Rahman dan disaksikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (21/11).

Penghargaan tersebut membuktikan bahwa Kementerian PANRB berhasil menjalankan amanat UU No.14/2008 tentang KIP.  Selain Kementerian PANRB, terdapat 33 kementerian lainnya yang memperoleh penilaian evaluasi Keterbukaan Informasi Publik.

Rincian kualifikasi pada kategori kementerian yakni 9 kementerian (termasuk Kementerian PANRB) masuk dalam kualifikasi menuju informatif, 11 kementerian masuk dalam kualifikasi informatif, 8 kementerian masuk dalam kualifikasi cukup informatif, 2 kementerian dalam kualifikasi kurang informatif, dan 4 kementerian tidak informatif. Berdasarkan laporan monev KIP, terdapat 355 Badan Publik mengikuti kegiatan monev KIP 2019.

Dalam sambutannya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap dengan adanya penghargaan tersebut pemerintah menyadari arti penting informasi bagi masyarakat. Dijelaskan, bahwa salah satu misi pemerintah dalam lima tahun kedepan adalah mewujudkan pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. “Dalam kaitannya dengan badan publik, terpercaya itu mustahil tanpa adanya keterbukaan informasi,” jelasnya.

Lanjutnya dikatakan, ke depan badan publik tidak hanya terbatas pada akses informasi, namun pada konten informasi juga harus ada peningkatan kualitas. Oleh karena itu, Ma’ruf meminta kepada pimpinan badan publik untuk dapat meningkatkan kualitas konten informasi sebab masyarakat berhak menerima informasi yang akurat dan benar.

Badan publik harus mampu menjadi rujukan dan pegangan masyarakat dalam mendapatkan informasi, sekaligus menjadi ujung tombak penangkal hoaks dan misinformasi yang dapat meresahkan masyarakat. Hal ini perlu didukung komitmen pimpinan dan konsistensi untuk terus melakukan upaya mendorong keterbukaan informasi publik.

“Inkonsistensi akan menurunkan kepercayaan publik yang telah terbangun, hal itu juga sebagai upaya meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” jelasnya.

Wapres Ma’ruf menyampaikan bahwa besarnya perkembangan teknologi informasi saat ini telah mengubah pola interaksi dan komunikasi, termasuk cara masyarakat mengakses dan menggunakan informasi. Masyarakat tidak lagi pasif sebagai penerima informasi melainkan juga aktif menjadi penyebar informasi. Hal tersebut menjadi peluang baru bagi badan publik dengan mengedepankan pola komunikasi dua arah yang terbuka, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kementerian PANRB Jufri Rahman mengatakan perlu kerja keras dan sinergi semua pihak agar di tahun-tahun mendatang Kementerian PANRB masuk dalam kualifikasi informatif. Perlu diketahui, Kementerian PANRB telah mendapatkan kualifikasi menuju informatif selama dua tahun terakhir.

“Membutuhkan kerja sama semua stakeholder yang terlibat baik internal ataupun eksternal terutama di jajaran media elektronik, cetak, dan online,” katanya.

Sebagai leading sektor reformasi birokrasi, ketersediaan informasi dari Kementerian PANRB terkait bidang reformasi birokrasi menjadi sebuah keniscayaan. Informasi terkait SDM Aparatur hingga pelayanan publik sudah seharusnya disediakan untuk media maupun masyarakat. Untuk itu, pihaknya akan selalu mengupayakan dan mendorong keterbukaan informasi, mengingat Kementerian PANRB menjadi rujukan masyarakat memperoleh informasi terkait ASN dan reformasi birokrasi.

Artikel

Memangkas Birokrasi Pemerintah

  • November 21, 2019November 30, 2019
  • by arwid

oleh: Miftah Thoha

Dalam reformasi birokrasi yang sekarang ini, pemerintah akan memotong eselon atau susunan dan struktur birokrasi pemerintah. Ciri sistem birokrasi ciptaan Mac Weber ini memang disusun melalui jalur eselon atau tingkatan dari masing-masing posisi atau jabatan. Dengan demikian eselonisasi birokrasi menjadi ciri karakteristik yang membuat cantiknya birokrasi, tetapi sekaligus juga menjadi masalah yang menjadikan sistem birokrasi menjadi birokratis dan banyak dikecam masyarakat. Apalagi pejabat yang memegang posisi jabatan lebih banyak menggunakan kekuasaan jabatannya bukan untuk melayani masyarakat.

Di Indonesia, eselonisasi birokrasi yang kita kenal sekarang mulai dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pimpinan Soeharto dengan susunan lima tingkatan. Masing-masing diberi nomenklatur eselon satu sampai eselon lima. Eselon satu yang tertinggi dan eselon lima yang terendah. Untuk masing-masing tingkatan eselon itu ditetapkan besar kecilnya tunjangan jabatan. Hal ini yang membuat mewahnya jabatan eselon  pada waktu itu karena selain menunjukkan  wibawa kekuasaan, juga menggambarkan fasilitas tunjangannya.

Di dunia internasional, menurut sejarah, eselonisasi birokrasi sudah dilakukan di era Dinasti Qin dan Han di China.  Dinasti ini semula yang mengenalkan sistem merit melalui sistem pendidikan dan pelatihan, diikuti dengan ujian dan seleksi bagi calon-calon pejabat pemerintahan. Dalam upaya menjalankan pemerintahan di wilayah kekuasaan kerajaan yang semakin luas, pemerintah Dinasti Qin dan Han  menghadapi ruwetnya jaringan jabatan yang semakin  kompleks.

Prospektif jabatan yang tidak terbatas bisa diisi oleh calon dan  mobilitas pejabat pemerintah. Tingkatan atau ranking jabatan   harus ditetapkan dengan melakukan sistem merit  tersebut. Akhirnya  ditetapkan  sistem Sembilan Tingkatan Jabatan (nine-rank system) yang dibentuk oleh tiga dinasti kerajaan setelah Dinasti Qin dan Han. Dari China ini  konsep sistem merit eselonisasi  jabatan birokrasi kemudian diadopsi negara lain: dipergunakan di British India di abad ke-17 dan kemudian menyebar ke daratan Eropa dan Amerika.

Di Indonesia, semenjak pemerintahan di awal kemerdekaan sampai sekarang, telah dikenal dan dilaksanakan pula eselonisasi jabatan birokrasi. Akan tetapi, pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan oleh disiplin ilmu meritokrasi. Eselonisasi jabatan  membuat lambatnya proses pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), sebenarnya eselonisasi birokrasi sudah tidak dipergunakan lagi. Jabatan birokrasi ASN dibagi atau dikelompok menjadi tiga jabatan. Kelompok pertama, jabatan eksekutif (isinya dulu ditempati mantan eselon I dan 2). Kedua, jabatan administrasi. Ketiga, jabatan fungsional. Tidak dikenal lagi eselonisasi.

Jika nanti akan dipotong menjadi dua eselon saja, perlu diperjelas bagaimana struktur birokrasi bagi tiga kelompok  jabatan tersebut. Sebenarnya menghadapi perkembangan Revolusi Industri 4.0 yang sarat dengan teknologi informasi digital, susunan eselonisasi itu tak lagi diperlukan karena kerja informasi sangat cepat dan  bisa merembes ke semua bidang dan posisi jabatan birokrasi.

Karena itu, untuk mendukung langkah memotong eselon, perlu dilakukan upaya memperkuat sistem birokrasi pemerintah. Caranya, dengan meningkatkan kecakapan pelayanan masyarakat dengan memperkuat sistem digital teknologi  informasi seperti sistem komputerisasi, kecepatan internet, layanan daring, pelayanan WhatsApp dan sejenisnya

Hambatan pemangkasan

Reformasi birokrasi pemerintah akhir-akhir ini mengalami hambatan karena lembaga birokrasi kita ini terlalu besar. Semenjak dipimpin oleh pejabat politik, tata kelola sistem birokrasi sangat menekankan pada kekuasaan sehingga melupakan sistem pemberian pelayanan masyarakat. Karena partai politik itu menurut Bung Karno adalah kekuatan kelompok orang-orang politik untuk mencapai kekuasaan, melaksanakan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Konsep Bung Karno itu  sampai sekarang masih dipergunakan.

Karena sistem birokrasi pemerintah dipimpin pejabat politik dari partai politik, maka kekuasaan itu sangat menonjol. Pelayanan masyarakat bisa terhalang karena terhambat pendekatan kekuasaan dan belum tertatanya sistem  pembagian kerja antara jabatan politik dan administratur karier birokrasi dalam peraturan perundangan.

Dulu, di sistem pemerintah Soeharto, pejabat eksekutif yang memimpin lembaga disebut pejabat negara bukan pejabat politik yang bekerja atau mengabdi kepada negara untuk seluruh rakyat Indonesia. Di Amerika Serikat ada UU tentang lembaga  yang memproteksi pelaksanaan sistem merit. UU ini dikenal dengan sebutan merit system protecting board.

Dalam UU ini dinyatakan bahwa semua pejabat yang berasal dari partai politik, begitu memegang jabatan negara, maka ia tidak boleh membawa  aspirasi dan identitas partai politiknya. Ini merupakan upaya menjamin agar jabatan negara  itu dipakai untuk kepentingan melayani masyarakat luas. Dengan tidak atau belum adanya peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara jabatan politik dan jabatan karier birokrasi, maka bisa dikatakan,  ini hambatan pertama  yang bisa menghalangi pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah.

Hambatan kedua adalah besarnya lembaga birokrasi pemerintah, akibat banyaknya jumlah kementerian negara. Menurut UU Kementerian, jumlah kementerian kita sebanyak 34 kementerian dan kemungkinan bisa ditambah dengan jabatan wakil menteri. Kalau dibandingkan dengan di negara-negara ASEAN, kementerian di Indonesia terbesar. AS hanya mempunyai 15 kementerian.

Besarnya lembaga kementerian akan membawa dampak pada besarnya birokrasi pemerintah. Besarnya lembaga kementerian ini dikarenakan pembentukan kabinet presidensial telah berubah menjadi kabinet partai politik yang mendukung presiden.  Kalau reformasi birokrasi pemerintahan benar-benar akan dilakukan maka harus dipikirkan untuk merevisi UU Kementerian menuju kabinet presidensial yang ramping.

Kabinet yang menekankan zaken kabinet  diisi oleh menteri-menteri yang kompeten ahli dan profesional. Saya teringat dulu ketika  ditunjuk membentuk UU Kementerian di bawah kepemimpinan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kabinet yang kami usulkan itu terdiri dari tiga kelompok kementerian.

Pertama, kementerian yang required atau wajib ada, tidak bisa diubah atau diganti karena keberadaannya disebutkan oleh Konstitusi, seperti Luar Negeri, Dalam Negeri, Pertahanan, Keuangan dan Agama. Kedua, kementerian strategis yang mewadai kebijakan strategis presiden baru yang diwujudkan dalam bentuk kementerian. Jenis kementerian ini bisa diganti, diubah dan dihilangkan kalau presiden baru merasa itu tidak sesuai degan kebijakan strategisnya. Ketiga, kementerian opsional yang sangat tergantung kebutuhan. Kementerian opsional ini bisanya disebut kementerian negara.  Kita dulu mengusulkan jumlah kementerian tak lebih dari 22.

Dengan memerhatikan hambatan-hambatan reformasi birokrasi pemerintah selama ini, semoga reformasi birokrasi yang akan dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua  itu berhasil dengan baik menuju pelayanan masyarakat yang tidak birokratis dan bisa mewujudkan  sistem pemerintahan  yang ramping, cekatan, clean and good governance.

Miftah Thoha, Guru Besar Universitas Gadjah Mada

Sumber: Harian Kompas, 31 Oktober 2019

Artikel

Mencapai Cita-cita 2045

  • November 21, 2019November 21, 2019
  • by arwid

oleh: Lana Soelistianingsih

Dalam pidato perdananya di depan MPR pada 20 Oktober 2019, Presiden Jokowi menyampaikan cita-cita pembangunan ekonomi Indonesia di 2045.

Presiden menetapkan tiga indikator pencapaian:

1) pendapatan per kapita mencapai Rp 320 juta per tahun;

2) PDB nominal mencapai 7 triliun dollar AS;

3) tingkat kemiskinan mendekati nol.

Untuk mencapai cita-cita itu, Presiden memulai dengan menyampaikan lima pilar di 2020 yaitu:

1) pembangunan SDM yang berkualitas;

2) melanjutkan pembangunan infrastruktur;

3) pemangkasan regulasi, dan menyiapkan UU Cipta Kerja dan UMKM;

4) penyederhanaan birokrasi; dan

5) melakukan transformasi ekonomi.

Tahun 2045, 25 tahun lagi. Cita-cita 2045 hanya bisa diraih dengan pertumbuhan yang bersifat kuadratik atau bahkan eksponensial, bukan pertumbuhan linier. Di sinilah kemampuan kreativitas pengambil kebijakan sangat diperlukan.

“Rule of 70”

Dalam teori pertumbuhan ekonomi, ada istilah rule of 70. Rule of 70 ini digunakan untuk menghitung berapa lama PDB per kapita bisa menjadi dua kali lipat dengan basis pertumbuhan ekonomi rata-rata. Dengan mengambil rata-rata pertumbuhan PDB nominal 10 tahun terakhir dari 2009 hingga 2018 tercatat pertumbuhan sebesar 10 persen.

Untuk menjadikan PDB per kapita nominal menjadi dua kali lipat butuh waktu tujuh tahun, dan begitu seterusnya. Artinya, besarnya PDB per kapita dalam waktu 21 tahun ke depan sejak 2018 bisa di atas cita-cita tersebut.

Naiknya PDB nominal bisa jadi karena naiknya volume produksi atau/dan naiknya harga. Sementara secara perhitungan riil hanya melihat perubahan dari sisi volume atau nilai output-nya.

Dengan menggunakan perhitungan riil, PDB per kapita pada 2018 tercatat Rp 39,4 juta per tahun, dan pertumbuhan ekonomi secara riil dalam periode yang sama sebesar 5,4 persen, maka untuk mendobelkan PDB per kapita menjadi Rp 78,8 juta dibutuhkan waktu 13 tahun. Demikian pula untuk siklus berikutnya menjadi Rp 157,4 juta dibutuhkan waktu 26 tahun. Dengan menggunakan perhitungan riil, tampaknya sulit mencapai Rp 320 juta untuk 25 tahun mendatang.

Rule of 70 ini tentu mengandung banyak kelemahan termasuk pertumbuhan secara konstan (linier) yang terjadi ditambah dengan faktor-faktor yang tidak berubah (ceteris paribus). Padahal banyak faktor yang berubah dalam 25 tahun mendatang termasuk harga yang makin tinggi, perilaku/selera masyarakat, metode kerja, dan nilai-nilai yang akan dianut oleh generasi produktif 25 tahun mendatang.

Dalam satu dekade sebelum ini, sektor industri manufaktur memegang peranan penting memberikan kontribusi terhadap PDB lebih dari 25 persen, namun sekarang melambat menjadi di bawah 20 persen. Sementara sektor jasa bertumbuh menggerus peran manufaktur.

Bisa jadi dalam 25 tahun ke depan ada perubahan nilai-nilai masyarakat yang kian mementingkan kesinambungan lingkungan yang sehat dan bersih, dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang bisa memberikan kualitas hidup, bukan mengutamakan pertumbuhan ekonomi secara ‘angka’.

Indeks kebahagiaan dan indeks kualitas hidup lain kemungkinan menjadi indikator yang penting diperhatikan. Asumsi pertumbuhan ekonomi yang linier tak memfaktorkan potensi perubahan-perubahan di masa mendatang.

Kebutuhan mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetap diperlukan, yaitu pertumbuhan ekonomi yang terakselerasi yang bisa mengangkat PDB per kapita. Dalam RPJMN 2020-2024 ditetapkan target pertumbuhan ekonomi mencapai terendah 5,3 persen hingga tertinggi 6,5 persen.

Pasca-transformasi ekonomi 1997-1998, ekonomi Indonesia pernah mencapai pertumbuhan tertingginya 6,38 persen di 2010 karena naiknya harga komoditas. Comodities boom itu barangkali sudah lewat. Harga komoditas saat ini relatif rendah.

Belum lagi dengan ketidakpastian global yang masih sangat tinggi dalam lima tahun mendatang. Kedinamisan ekonomi global menjadi keniscayaan yang harus diterima sekalgus diantisipasi.

Produktivitas Kunci Ekonomi Jangka Panjang

Dalam teori pertumbuhan Solow, capital per labor (modal per tenaga kerja) menjadi indikator untuk mengukur perekonomian yang bisa mencapai steady state (kemapanan). Teori pertumbuhan itu berevolusi sampai pada faktor di mana modal per tenaga kerja yang berteknologi. Faktor produksi paling utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah SDM. Dalam faktor produksi yang sederhana, output dibentuk oleh dua input yaitu kapital dan tenaga kerja. Faktor tenaga kerja lah yang bisa menciptakan efek multiplier (pengganda) ekonomi.

Berawal dari pendapatan yang diterima pekerja, berlanjut sebagai sumber konsumsi, dan insentif untuk berproduksi bagi produsen. Selanjutnya ekonomi akan berputar. Di antara kebijakan yang bisa dilakukan di sisi penawaran adalah fokus di aspek ketenagakerjaan.

Namun metode pekerjaan yang berbasis teknologi menjadi ancaman disrupsi terhadap tenaga kerja. Agar tenaga kerja tak jadi ‘saingan’ teknologi, tenaga kerja perlu dibekali keahlian menggunakan teknologi sehingga faktor pendidikan menjadi kunci.

Kebijakan Presiden Jokowi membangun SDM berkualitas dengan pendidikan di atas Sekolah Menengah Atas (SMA) memberi harapan perbaikan kualitas SDM. Fondasi ini mestinya berkelanjutan pada pemerintahan berikutnya sebagai kebijakan membangun SDM berproduktivitas tinggi. Pembangunan SDM ini juga perlu disesuaikan dengan peta jalan arah transformasi ekonomi Indonesia yang ingin dicapai.

Membaiknya kualitas SDM akan membuat tingkat kemiskinan juga akan turun. Kebijakan cash transfer sebagai bantalan sosial saat ini sangat diperlukan untuk mengiringi proses perbaikan kualitas SDM. Pendidikan membantu mengubah pola pikir, sehingga istilah kemiskinan turun bukan diartikan ‘turun-temurun’ yang artinya kemiskinan berkelanjutan.

Masa 25 tahun lagi bukan tahun yang pendek, namun juga bukan tahun yang panjang untuk memulai meletakkan fondasi mencapai tahapan perekonomian yang lebih tinggi. Masih cukup waktu jika dilakukan dari sekarang tetapi tentunya dengan kerja sangat super keras.

Visi menembus lima besar dunia dan keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) menjadi visi pembangunan ekonomi jangka panjang Indonesia dimulai dari 2020 mendatang dengan menjadikan penduduk sebagai aset ekonomi yang berkualitas.

Lana Soelistianingsih (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia)

Sumber: Harian Kompas, 15 November 2019

Berita

Festival Transformasi 2019

  • November 21, 2019November 21, 2019
  • by arwid
Closing Remarks Menkeu Sri Mulyani Indrawati

Pada 29 – 30 Oktober 2019 yang lalu, Tim Manajemen Perubahan RBI Kementerian PANRB berkesempatan menghadiri undangan  Festival Transformasi Kementerian Keuangan di gedung Dhanapala Jakarta.  Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto, memberi sambutan sekaligus membuka acara Festival Transformasi 2019.

Acara dilanjutkan dengan launching e-learning cross function dan talk show “Bincang Kebangsaan 2019: Karya Nyata Untuk Indonesia” dengan pembicara yaitu William Tanuwijaya (Founder/ CEO Tokopedia), Gita Gutawa (Pekerja Seni), James Prananto (Co-Founder Kopi Kenangan) dengan Moderator Maggie Calisa (News Anchor CNN Indonesia).

Penandatanganan Komitmen Perubahan Para Pengelola RB Instansi

Pada akhir talkshow, Menteri Keunagan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa Festival Transformasi diadakan bertepatan dengan Peringatan Hari Uang tanggal 30 Oktober yang juga sangat dekat dengan peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, untuk itu beliau menekankan pentingnya persatuan. Sentimen almamater, angkatan, dan kesukuan harus dikikis dalam bekerja. Beliau juga perpesan agar kita semua membiasakan diri dengan kemajuan teknologi, dengan berbagai perubahan. Jika tidak, kepunahan akan terjadi layaknya dinosaurus.  

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa, salah satu ciri generasi muda adalah identik dengan mereka yang selalu bertindak dari ide. Ketika membicarakan transformasi (ide) maka jadikanlah transformasi tersebut menjadi suatu kebutuhan. Sri Mulyani juga berharap bahwa transformasi ide ini juga sejalan dengan perubahan teknologi. Banyak perubahan dapat dilakukan dengan mudah lewat teknologi. Teknologi membantu kita untuk terus beradaptasi. Seluruh SDM Aparatur harus memiliki pola pikir bahwa teknologi akan membantu kita untuk bisa beradaptasi dan menciptakan perubahan.

Sesi selanjutnya ialah Talk Show “Komunikasi Multi Generasi” dengan pembicara Josef Bataona (HR Executive Coach), Nina Moran (Engage & Grow Business Coach) dengan Zivanna Letisha (News Anchor NET TV).

Acara pada hari kedua, 30 Oktober 2019, berisi pemaparan mengenai perjalanan Transformasi Kementerian Keuangan dan mini lab yang terbagai menjadi enam kelompok diskusi (Memperkuat Pengelolaan Kinerja Organisasi dan Individu, Peningkatan Kompetensi SDM melalui e-Learning, Program Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, Tata naskah dinas elektronik, serta Pembentukan dan Pelaksanaan Tugas Tim RB).

Berita

Perkuat Sistem Merit, Kementerian PANRB Adakan Assessment Pegawai

  • November 20, 2019November 23, 2019
  • by arwid

Untuk melaksanakan self-assessment dalam indeks sistem merit, Kementerian PANRB menyelenggarakan assessment center bagi pegawai. Bekerja sama dengan Iradat Konsultan, assessment center ini akan memberikan gambaran mengenai kesesuaian kompetensi dengan standar kompetensi jabatan.

Sebanyak 72 pegawai pelaksana dan fungsional Kementerian PANRB mengikuti kegiatan ini. Pemilihan peserta assessment center didasarkan pada pertimbangan penilaian kinerja dan latar belakang. “Yang kami kejar adalah bagaimana sistem merit di Kementerian PANRB berkembang dan diterapkan dengan baik. Sehingga pegawai juga mempunyai satu arah untuk pengembangannya,” ujar Kepala Biro Sumber Daya Manusia dan Umum Kementerian PANRB Sri Rejeki Nawangsasih, Senin (18/11).

Dengan adanya assessment center, maka sistem karier dapat terus berjalan. Sri Rejeki menambahkan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk pengembangan diri dan karier pegawai. Assessment ini juga akan mempengaruhi manajemen talenta, yang menjadi salah satu penilaian indeks sistem merit.

Dalam sistem merit, hasil assessment hanya berlaku selama dua tahun. Selain karena banyaknya penambahan pegawai baru, terakhir kali Kementerian PANRB mengadakan assessment center pada tahun 2016.

Assessment center ini dilaksanakan berdasar Peraturan Menteri PANRB No. 38/2017 tentang Standar Kompetisi Jabatan ASN. Melalui peraturan ini, kegiatan assessment akan melihat dan menilai kemampuan pegawai dibidang kompetensi teknis, manajerial, dan sosio-kultural.

Pada kesempatan tersebut, Konsultan Senior Iradat Konsultan Anny Andayani mengatakan bahwa tujuan utama assessment center ini adalah untuk menggali potensi dan pengembangan diri pegawai. Ia menjelaskan bahwa data potensi pegawai harus terus diperbarui.

Dengan memiliki data tersebut, maka instansi tersebut akan mengetahui pengembangan potensi pegawainya berjalan secara optimal atau kurang sesuai. “Kalau memang masih ada kelemahan, maka harus dikembangkan potensinya dan untuk orang-orang yang memang sudah sesuai dengan persyaratan maka harus tetap dijaga,” jelasnya.

Assessment center di Kementerian PANRB ini dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama assessment center diisi dengan tahapan tes yang bersifat klasikal untuk menilai kemampuan intelektual, kepribadian, serta berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis peserta diuji pada tahapan tes klasikal dalam bentuk analisis kasus. Peserta diminta untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang selama ini mereka hadapi di dalam menjalankan tugas, mencari penyebab permasalahan tersebut, serta mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Pada hari kedua, peserta akan melakukan diskusi kelompok dan wawancara psikologi dengan sistem Behavioural Event Interview (BEI) yang bertujuan untuk menggali potensi dan kemampuan peserta assessment. Anny menyampaikan, hasil akhir dari assessment center ini akan didapatkan laporan rekapitulasi dari sisi kemampuan intelektual, keterampilan, dan personality (kepribadian) dari tiap pegawai. “Nantinya juga akan diberikan rekomendasi serta saran untuk pengembangan diri pegawai,” pungkasnya. (ald/del/HUMAS MENPANRB)

Posts navigation

1 2 3

Kalendar

August 2022
M T W T F S S
« Jul    
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031  

Tentang Kami

Tim RBI Kementerian PANRB dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri No. 14 Tahun 2018 dengan Ketua Pelaksana Sekretaris Kementerian PANRB.

Kontak Kami

021 – 7398382 ext:2095
set_rbi@menpan.go.id

Sekretariat RBI Kementerian PANRB
Jl. Jendral Sudirman Kav. 69 Lantai 6 Jakarta 12190

Media Sosial Kementerian PANRB

Kenal lebih dekat !

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
Reform Kita - 2019
Theme by Colorlib Powered by WordPress