Skip to content
Reform Kita
  • Home
  • Profile
    • Tim RBI Kemenpan
    • Rencana Aksi RBI
    • Road Map RBI
    • Makna Logo
    • Nilai dan Kode Etik
  • Modul
    • Manajemen Perubahan
    • Perundang-undangan
    • Organisasi
    • Tata Laksana
    • Manajemen SDM
    • Akuntabilitas
    • Pengawasan
    • Pelayanan Publik
  • Publikasi
    • e-Magazine
    • e-Journal
    • e-Bulletin
    • Laporan RBI
  • Tanya Jawab
  • Login
Berita

Transformasi Digital dalam Genggaman

  • July 1, 2022July 4, 2022
  • by arwid

Pokja RBI tata laksana kembali menajamkan strategi transformasi digital. Pada Kamis (30/06/22) yang lalu. Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik sebagai unit kerja pada Sekretariat Kementerian PANRB yang menangani fungsi pengelolaan data, teknologi dan informasi, bersama Tim RBI telah merumuskan sejumlah inovasi, baik yang sifatnya kebijakan tata kelola sistem pemerintahan berbasis elektronik maupun hal teknis yang bersifat pembangunan dan pengembangan aplikasi.

Beberapa program yang dicanangkan ialah akselerasi penetapan kebijakan terkait SPBE Kementerian PANRB, khususnya penetapan arsitektur dan peta rencana SPBE Kementerian PANRRB. Sampai saat ini juga terus dikembangkan portal satu data Kementerian PANRB (https://1data.menpan.go.id/).

Peningkatan layanan berbasis IT juga dilakukan dengan meningkatkan kualitas informasi dan pengembangan fitur yang ada pada e-office (SMART-PANRB) agar lebih up to date, comprehensive dan user friendly.

Integrasi data dilakukan pada aspek realisasi anggaran dengan memadukan data SAKTI DJA dengan SiPebe sebagai sarana online system performance-based budgeting. Integrasi juga dilakukan pada kanal pengaduan seputar layanan lingkup Sekretariat yang dijadikan satu dan ditempatkan pada portal e-office.

Pengembangan juga dilakuakn pada aplikasi berbasis mobile phone, yaitu pembangunan MIA (Mobile/Metaverse Integration Apps) berbasis Android dan iOS sebagai pengembangan SIMPAN, serta pengembangan digial library berbasis mobile.

Berita

Penataan Fundamental, dari Sistem Kerja, Mutasi, sampai Pemberian Tukin

  • July 1, 2022July 1, 2022
  • by arwid

Pada apel pagi di Kantor Kementerian PANRB, Senin (20/06) yang dihadiri secara fisik oleh para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama dan para pegawai Kementerian PANRB secara virtual, bertindak sebagai pemimpin apel ialah ibu Rini Widyantini (Sekretaris Kementerian PANRB sekaligus Ketua Pelaksana Reformasi Birokrasi Internal Kementerian PANRB).

Pada kesempatan tersebut, beliau menyampaikan progres perkembangan Penataan Organisasi dan SDM di lingkungan Kementerian PANRB setelah diterbitkannya SOTK Baru PermenPANRB No. 60/2021.

Proses penataan jabatan dilaksanakan dengan disesuaikannya dokumen analisis jabatan dan analisis beban kerja berdasarkan SOTK baru, yang kemudian diformalkan dalam Kepmen PANRB No. 211/2022 tentang Peta Jabatan di Lingkungan Kementerian PANRB.

Penataan selanjutnya, yaitu penempatan ulang seluruh Pejabat Fungsional dan Pejabat Pelaksana yang ada pada setiap unit kerja berdasarkan peta jabatan yang tersedia. Proses penempatan tersebut dilakukan dua tahap.

1.  Proses inbreeding, yaitu Penataan/ Perpindahan Pegawai di dalam Unit Kerja Eselon I (untuk unit Kedeputian) atau Eselon II (untuk unit Kesekretariatan);

2.  Proses outbreeding, Penataan/Perpindahan Pegawai antar/lintas Unit Kerja.

Proses penataan/perpindahan atau mutasi pegawai antar unit kerja ini, akan dilakukan secara periodik dalam rangka proses kaderisasi, pengembangan dan memperkaya pengalaman pegawai.

Salah satu konsekuensi proses penataan pegawai, khususnya bagi para pejabat hasil penyetaraan ialah terkait penghasilan. Sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 50 Tahun 2022 tentang Penghasilan Pejabat Administrasi yang terdampak Penataan Birokrasi, bahwa penghasilan pejabat administrasi (baik pejabat pengawas maupun pejabat administrator) yang dialihkan menjadi pejabat fungsional tidak akan mengalami penurunan penghasilan.

Hanya saja ada hal yang perlu kita cermati, bahwa klausul kesamaan penghasilan tersebut berlaku sepanjang pejabat fungsional hasil penyederhanaan tersebut tidak mengalami promosi maupun mutasi.

Di samping penataan SDM, juga sedang dikembangkan proses bisnis implementasi PermenPANRB Nomor 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pada Instansi Pemerintah. Proses implementasi penyusunan Tim Kerja (Squad Team) akan terintegrasi dengan tahapan/siklus Manajemen Kinerja Pegawai berdasarkan PermenPANRB Nomor 6 Tahun 2022, yang kesemuanya akan dilakukan secara elektronik melalui SKP Online.

Selanjutnya, proses Tim Kerja dan Manajemen Kinerja Pegawai tersebut akan langsung bermuara pada tahapan proses perhitungan dan pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) Pegawai di lingkungan Kementerian PANRB.

Berita

Reviu Proses Bisnis, Upaya Mewujudkan Organisasi yang Semakin Agile

  • June 17, 2022June 17, 2022
  • by arwid

Seiring perubahan lingkungan strategis seperti penyederhanaan birokrasi dan perubahan struktur organisasi dan tata kerja di lingkungan Kementerian PANRB, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021, maka Sekretariat Kementerian PANRB merasa perlu melakukan reviu dan revisi terhadap proses bisnis di lingkungan Kementerian PANRB yang saat ini ditetapkan melalui Kepmen 12 Tahun 2020.

Tim perumus yang dipimpin oleh Bapak Teguh Widjinarko (Analis Kebijakan Utama pada Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana) telah melakukan rapat perdana di ruang rapat Biro Umum dan Keuangan dan juga secara hybrid melalui zoom meeting. Rapat pada (17/06/2022) juga dihadiri oleh Kepala Biro SDM dan Organisasi serta beberapa Analis Kebijakan dan staf lainnya.

Sebagai salah satu kegiatan reform pada area perubahan penataan tata laksana, diharapkan probis yang sedang disusun akan menjawab tantangan aktual yang dihadapai organisasi, sekaligus membuat organisasi menjadi lebih agile, efektif dan efisien dalam bekerja.

Artikel

Tantangan Membangun Budaya Organisasi Birokrasi

  • May 19, 2022May 20, 2022
  • by arwid

oleh: Riant Nugroho

Salah satu kritik terpedas kepada birokrasi adalah tidak berbudaya, atau dalam bahasa awam mungkin dapat disebut ”tidak beradab”. Sejak era pascareformasi, upaya membangun budaya birokrasi menjadi upaya yang sangat serius, terutama semenjak salah satu indikator kinerja utama dari keberhasilan reformasi birokrasi adalah menjadi birokrasi dengan budaya organisasi.

Permen PANRB No 39/2012 berjudul Peraturan Menteri PANRB tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja, Peraturan Presiden No 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014, Peraturan Presiden No 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, dan Permen PANRB No 1/2007 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Pengembangan Budaya Kerja pada Instansi Pemerintah. Sebelumnya, pada tahun 2002, telah pula ditetapkan Keputusan Menteri PANRB No 25/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Ternyata, total ada 34 nilai budaya kerja dari aparatur negara.

Pada 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo resmi meluncurkan core value aparatur sipil negara (ASN), yaitu Ber-AKHLAK. Peluncuran core value ini bertujuan untuk menyeragamkan nilai-nilai dasar bagi seluruh ASN di Indonesia sehingga dapat menjadi fondasi budaya kerja ASN yang profesional. Core value Ber-AKHLAK merupakan singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.

Penetapan budaya organisasi atau core value AKHLAK ini karena ada perbedaan penerjemahan terhadap nilai-nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku ASN yang tertuang pada UU No 5/2014 tentang ASN. Oleh karena itu, Kementerian PANRB menetapkan core value baru untuk menciptakan persepsi yang sama atas nilai-nilai dasar ASN. Core value Ber-AKHLAK dijelaskan sebagai pengerucutan nilai-nilai ASN yang ada di berbagai instansi pemerintahan. Jika sebelumnya kebijakan membangun budaya organisasi birokrasi ditata dengan peraturan menteri dan keputusan menteri, maka pada saat ini cukup ditetapkan berupa Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding ASN.

Core value yang baru ini diharapkan menjadi semangat yang sama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak lagi minta untuk dilayani, tetapi memberikan pelayanan yang prima dalam membantu masyarakat. Dengan ditetapkannya core value Ber-AKHLAK diharapkan akan menguatkan budaya kerja ASN yang profesional dalam melayani masyarakat. Orientasi pelayanan yang berkualitas dan profesional harus dimaknai dengan baik oleh setiap ASN. Tidak sekadar menjadi jargon, tetapi harus diamalkan. ASN harus bisa mendobrak stigma negatif.  Core value dan nilai dasar ini kemudian juga dilengkapi dengan employer branding ASN ”Bangga Melayani Bangsa”.

Pengalaman menunjukkan bahwa organisasi pemerintah dan perusahaan BUMN, apalagi yang berskala ”raksasa”, adalah organisasi yang paling sulit dibangun budaya organisasinya. Penyebabnya sama, terlalu sering berganti pemimpin puncak. Edgar Schein, guru besar dari Sloan/MIT, dalam Organizational Culture and Leadership (1992), menemukan bahwa antara budaya dan pemimpin seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Pemimpin hadir membangun budaya organisasi, yang dibawa dari nilai-nilai budaya personalnya, menjadi budaya semua orang, dan kemudian budaya itu mengikat semua orang secara ”tidak tampak” untuk bekerja secara terpadu dan harmonis mencapai tujuan organisasi.

Hadirnya upaya pada saat ini membangun budaya organisasi AKHLAK adalah baik dan perlu mendapat dukungan, tetapi sekaligus juga membuktikan bahwa upaya membangun budaya organisasi sebelumnya tidaklah berhasil, apa pun argumen resminya.

Tiga masalah

Terlalu banyak nilai menjadikan ”diingat saja sulit, apalagi dilaksanakan”. Belum lagi metode perumusannya yang cenderung sangat akademik. Jadi, secara substansi, sudah tepat menetapkan AKHLAK sebagai budaya organisasi pemerintah, apalagi maknanya memang mudah dipahami. Pertanyaannya adalah ”sampai kapan” nilai budaya ini diberlakukan? Pemimpin baru pemerintahan sangat mudah ”tergoda” untuk menanamkan legacy-nya dalam berbagai hal, setidaknya yang paling mudah membuat budaya organisasi sebagai branding mereka atas suatu masa kepemimpinan pada suatu organisasi.

Kedua, membangun budaya organisasi yang berhasil tidak dibuat dalam bentuk ”peraturan organisasi”, tetapi ”kesepakatan lintas organisasi” untuk menemukan nilai apa yang membuat mereka berhasil sebelumnya dan mendukung keberhasilan ke depan. Budaya organisasi berbeda dengan peraturan organisasi. Apalagi, pada organisasi pemerintahan, di mana seorang menteri atau kepala hanya bertahan rerata lima tahun, atau kurang. Pergantian pemimpin disertai pergantian budaya organisasi merusak budaya organisasi itu sendiri; setiap warga mengalami anomali dan akhirnya alienasi budaya. Mereka menerima dan melaksanakan budaya bukan sebagai nilai, melainkan sebagai aturan yang harus dipatuhi jika ”ingin selamat”. 

Masalah ketiga, hampir semua pegawai pemerintah yang saya kenal adalah pribadi yang profesional, baik, jujur, dan bertanggung jawab. Mereka akan menerima nilai budaya apa saja yang diberikan pemimpin baru, sepanjang identik dengan nilai kebaikan yang mereka miliki. Kerusakan terjadi ketika pemimpin yang baru tidak segan-segan melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), bahkan membangun budaya korup; tidak segan-segan, misalnya, menyuruh birokrasi lebih melayani partainya daripada rakyat. Budaya organisasi bertemu dengan ”buaya organisasi”.

Benang merah

Upaya saat ini untuk menjadikan AKHLAK sebagai budaya organisasi birokrasi Indonesia adalah baik. Namun, metode, pendekatan, dan kebijakan yang digunakan tampaknya perlu ditingkatkan lagi agar tidak terulang kegagalan membangun budaya organisasi. Karena budaya organisasi adalah dimensi atau perangkat ”terlunak” dari organisasi, yang perlu pendekatan yang sesuai.

Sumber: Harian Kompas 28 Februari 2022

Artikel

Aset Negara dan Etika Jabatan

  • May 18, 2022May 19, 2022
  • by arwid

Oleh: Yusrizal Hasbi

Penataan kembali terhadap proses pengelolaan aset negara yang berkelanjutan sangat penting bagi lembaga/instansi pemerintah dalam membangun tata pemerintahan yang bersih (clean government). Dalam prinsip politik di negara demokrasi yang mapan, penggunaan aset negara hanya bisa dijustifikasi ketika menjabat. Ketika jabatan telah berakhir, berakhir pula hak untuk menggunakannya.

Pascareformasi, pengelolaan aset negara baru mendapat perhatian serius pasca-disahkannya UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terbitnya pengaturan tersebut memberi legitimasi yang sangat kokoh terkait aset-aset negara (barang milik negara) yang seyogianya di kelola secara akuntabel, profesional, dan bertanggung jawab.

Urgensi aset negara perlu diinventarisasi agar tidak menimbulkan kerugian negara serta berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. Di antara beragam aset negara, kita ambil contoh yang sering kali terjadi dan mendapat liputan berbagai media adalah kendaraan dinas. Sering kali ditemui dalam praktik penggunaannya bukan untuk kepentingan dinas pemerintahan, melainkan menjadi kendaraan pribadi. Persoalan lain juga muncul pada pejabat yang purnatugas. Post-power syndrome yang muncul biasanya keengganan mantan pejabat mengembalikan kendaraan dinas kepada petugas perbendaharaan negara. Rendahnya tingkat kesadaran menjadi pemicu utama perbuatan itu terus dilakukan.

Menyikapi hal tersebut, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 87/2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja disebutkan bahwa kendaraan dinas operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok dan fungsi. Penggunaan selain yang menunjang tugas pokok dan fungsi tentu tidak dapat dibenarkan.

Menindaklajuti persoalan aset negara memang dibutuhkan upaya persuasif dan represif. Konsep itu sangat tergantung dari kepemimpinan yang memainkan peran penting dalam perkembangan lembaga/instansi pemerintah mana pun.

Peran pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan secara baik dan benar perlu terus ditingkatkan, termasuk pengawasan masyarakat terhadap penyalahgunaan aset negara harus menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih. Terakhir, yang penting dilakukan adalah penertiban aset, baik melalui upaya persuasif maupun represif, untuk terjaminnya kepastian hukum aset negara.

Sumber: Harian Kompas 18 Mei 2022

Artikel

Diskresi, Imbauan, dan Kebijakan

  • May 10, 2022May 10, 2022
  • by arwid
Oleh: Antonius Tomy Trinugroho

Imbauan pemerintah agar aparatur sipil negara melakukan kerja dari rumah atau work from home merupakan ikhtiar untuk mengurai kepadatan arus balik.

Belum ada data sejauh mana diskresi itu mempunyai dampak mengurai kemacetan arus balik. Namun, sejauh terpantau lewat pemberitaan media, arus balik relatif lancar meski kemacetan parah terjadi di jalan-jalan arteri akibat penutupan jalan yang digunakan untuk satu arah bagi arus balik.

Kita hargai diskresi Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, lalu didukung dengan kebijakan ”dadakan” Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, yang mewajibkan ASN kerja di rumah, serta imbauan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah soal perlunya kerja di rumah bagi karyawan swasta. Namun, di lapangan terjadi kebingungan. Terekam dari pemberitaan media, ada kebingungan dalam implementasi kebijakan itu.

Sejumlah pemimpin daerah di Tangerang, Bekasi, dan Jakarta masih menunggu surat edaran dan petunjuk teknis dari pusat. ”Kami tidak bisa serta-merta mengikuti imbauan dari Menteri PANRB karena kepala daerah sejak awal sebelum Lebaran sudah menyampaikan ada sanksi bagi ASN yang masuk tidak tepat waktu pascalibur Lebaran,” kata Taufik Hidayat, Kepala Dinas Catatan Sipil Kota Bekasi, Jawa Barat.

Beberapa hal bisa kita petik dari penanganan arus mudik dan arus balik Lebaran. Pemerintah memanfaatkan data perkiraan arus balik dan arus mudik serta data real time yang menjadi dasar rekayasa lalu lintas. Langkah pengambilan kebijakan berbasis data itu patut diapresiasi. Namun, harus diakui, karena diskresi itu tidak sepenuhnya terkomunikasikan dengan baik, yang terjadi adalah kemacetan di jalan-jalan arteri atau penutupan sesaat jalan tol.

Pelaksanaan kerja dari rumah setelah liburan merupakan diskresi Polri untuk mengurangi beban arus balik itu. Kita hargai diskresi itu. Namun, masalah adalah bagaimana memformulasi diskresi menjadi imbauan dan kemudian menjadi kebijakan yang bisa diikuti ASN. Di sini terjadi dualisme: siapa yang harus diikuti? Imbauan menteri atau kepala daerah setempat? Sebuah keputusan yang tidak mudah.

Meski pandemi sudah mengubah banyak hal, termasuk pola kerja, ternyata budaya kerja masih mengandalkan gaya lama. Model surat edaran, petunjuk teknis pelaksanaan, masih dibutuhkan agar ada keseragaman pelaksanaan. Surat edaran masih mengandalkan dalam bentuk kertas yang sebenarnya dalam sistem komunikasi yang canggih hal itu bisa diatasi.

Kita berterima kasih atas penanganan arus mudik dan balik tahun 2022. Kolaborasi antarlembaga sangat tampak. Namun, di masa mendatang, perencanaan dan penanganan yang komprehensif harus dilakukan, termasuk untuk mengatur hari masuk setelah liburan di era normal baru. Konsep work from everywhere bisa dilaksanakan dengan tetap mengedepankan pada kedisiplinan dan produktivitas.


Sumber: Harian Kompas 10 Mei 2022

Artikel

Peringkat e-Government Indonesia

  • September 22, 2020September 22, 2020
  • by arwid

Oleh: Husni Rohman

Peringkat Indonesia naik signifikan, dari ke-107 pada 2018 jadi ke-88 pada 2020, dari 193 negara. Demikian survei e-government yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa, Juli lalu.

Survei ini mengukur tingkat kecukupan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), penguasaan SDM pada TIK, serta ketersediaan layanan publik secara daring (e-service). Survei ini mengukur kesiapan pemerintah 193 negara untuk memanfaatkan TIK dalam pelayanan publik.

Saat survei pertama tahun 2001, ditemukan fakta bahwa 169 dari 190 negara telah memanfaatkan internet untuk menyampaikan informasi melalui situs web resmi pemerintah. Namun, hanya 17 negara yang mampu menggunakan internet untuk pelayanan daring (online services).

Kondisi Indonesia

Saat survei pertama, 2001, kinerja e-government RI masuk negara berkapasitas minimal (minimal e-gov capacity) dengan indeks 1,34 pada peringkat ke-75. Indonesia satu kelompok dengan Filipina, India, China, dan Vietnam.

Negara-negara berperingkat teratas di antaranya Amerika Serikat (1), Singapura (4), Inggris (7), dan Korea (15). Negara-negara tersebut masuk negara berkapasitas tinggi (high e-gov capacity).

Tahun 2012, peringkat Indonesia naik ke-97, tetapi kembali turun ke peringkat 106 (2014) dan 116 (2016). Untuk tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat ke-88 dari 193 negara, naik 19 peringkat jika dibandingkan pada 2018 pada posisi ke-107.

Beberapa negara Asia juga naik signifikan, di antaranya Kamboja (+21), China (+20), dan Thailand (+16). Saat ini Indonesia masuk kelompok negara berindeks tinggi (high EGDI group) bersama 70 negara lain.

Indonesia mendapat skor cukup tinggi untuk tiga komponen, yakni pelayanan daring, infrastruktur TIK, dan SDM TIK. Khusus untuk pelayanan daring, Indonesia dianggap berhasil dalam menyediakan pelayanan daring meski di tengah keterbatasan.

Menurut PBB, sejak 2018 secara global terjadi peningkatan rata-rata skor e-government pada 193 negara anggota PBB. Ini karena tingginya intensitas kemunculan pelayanan publik secara elektronik (e-service). Peningkatan dari 18 persen pada 2016 menjadi 47 persen pada 2018. Beberapa tren layanan daring adalah pendaftaran lowongan pegawai pemerintah, permohonan visa, pendaftaran jaminan sosial, dan izin usaha.

Temuan di level global tersebut sejalan dengan evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) 2019. Evaluasi mengukur tiga domain Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE/e-government), yakni kebijakan, tata kelola, dan layanan. Dari ketiga domain tersebut, skor domain layanan paling tinggi.

Domain layanan mengukur seberapa jauh instansi pemerintah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam memberikan pelayanan, baik pelayanan internal pemerintah maupun eksternal untuk masyarakat luas.

Evaluasi Kemenpan dan RB atas 486 instansi pemerintah menemukan bahwa mayoritas instansi pemerintah sudah menerapkan layanan elektronik. Baiknya kualitas layanan publik elektronik terutama dimiliki kementerian dan LPNK, sedangkan pemerintah kabupaten dan kota masih berkualitas cukup.

Namun, masih banyak persoalan, seperti tidak terintegrasinya layanan, tidak berkesinambungan, serta layanan belum berorientasi pada kebutuhan pengguna. Selain itu, masih ada tumpang tindih aplikasi karena proses pembangunan dan pengembangan aplikasi tidak terkoordinasi.

Mandat Perpres 95/2018

Di Indonesia, selama Juli 2003 hingga Desember 2014, tercatat kenaikan domain.go.id dari 247 ke 721 (Fathul, 2004). Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Agustus 2019 tercatat 4.114 domain.go.id.

Sebagai panduan kebijakan, Indonesia memiliki Instruksi Presiden No 3/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Strateginya lewat pengembangan sistem layanan, penataan sistem dan proses kerja pemerintah, serta peningkatan SDM TIK.

Meskipun demikian, inpres tersebut tidak berjalan efektif karena justru setiap instansi pemerintah membangun infrastruktur, sistem, dan aplikasi sendiri. Maka, pada akhir 2018 terbit Perpres No 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).

Dua prinsip utama didorong oleh perpres ini, yaitu keterpaduan dan interoperabilitas. Keterpaduan berarti integrasi unsur-unsur dasar SPBE, yaitu proses bisnis, data, infrastruktur, aplikasi, keamanan, dan layanan masyarakat. Sementara interoperabilitas berarti kolaborasi semua unsur SPBE.

Dalam jangka pendek dan menengah perlu penyusunan arsitektur SPBE nasional, penetapan aplikasi umum pemerintahan, pembangunan pusat data nasional, pengelolaan portal data nasional, penyiapan jabatan fungsional SPBE, dan adanya portal pelayanan publik.

Masa pandemi telah mempertegas agenda prioritas reformasi birokrasi seperti digariskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yakni penyederhanaan birokrasi, pelayanan terpadu secara daring, penataan kelembagaan pemerintah, dan percepatan penerapan SPBE/e-government.

Husni Rohman (Kepala Subdirektorat Kualitas Pelayanan Publik Bappenas)

Sumber: Harian Kompas 22 September 2020

Artikel

Perampingan Birokrasi Direspons Positif

  • September 18, 2020September 18, 2020
  • by arwid

Oleh: Arita Nugraheni/ Litbang Kompas

Upaya pemerintah merampingkan birokrasi direspons baik oleh masyarakat. Birokrasi yang ringkas dinilai akan meningkatkan kualitas pelayanan dan menghemat anggaran. Perbaikan tata laksana pemerintahan ini  tidak bisa lagi ditunda.

Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, 9 dari 10 responden setuju jika birokrasi lebih ringkas dan ramping. Upaya pembubaran lembaga negara yang tidak lagi efektif juga dinilai akan menghemat anggaran dan peningkatan kualitas pelayanan.

Sebanyak 37,4% responden menilai pembubaran lembaga sebagai cara penghematan anggaran sekaligus perbaikan kinerja birokrasi. Gemuknya birokrasi dikhawatirkan menyebabkan tumpang tindih wewenang yang akhirnya berdampak pada tumpang tindih program. Sebanyak 51,4% responden menyatakan, tumpang tindih program yang memboroskan anggaran adalah persoalan paling menonjol.

Pada 2016, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) menghitung potensi inefisiensi akibat tumpang tindih program kerja tanpa manfaat (outcome) dapat mencapai Rp 397 triliun per tahun. Angka ini belum termasuk inefisiensi akibat gemuknya struktur organisasi yang membuat biaya tinggi, baik untuk membiayai pejabat ataupun jalannya organisasi (Kompas, 28/7/2020).

Pada Juli 2020, sebanyak 18 lembaga berbentuk badan, komite, dan tim koordinasi secara bertahap dibubarkan. Langkah ini dikomandoi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020. Tujuannya untuk efisiensi anggaran di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, Kementerian PANRB juga sedang mengkaji pembubaran sejumlah lembaga nonstruktural lain (Kompas, 22/7/2020).

Arsip Kompas mencatat, sejak 2014 hingga 2020, terdapat 41 lembaga nonstruktural yang telah dibubarkan. Rinciannya, 10 lembaga dibubarkan pada 2014, 2 lembaga tahun 2015, 10 lembaga pada 2016, 1 lembaga tahun 2017, dan terakhir 18 lembaga pada  Juli 2020.

Terkait kebijakan itu, 78% responden menyatakan, pemerintah perlu membubarkan lembaga negara dengan kinerja rendah, minimal yang sudah dibentuk lima tahun. Sebanyak 32,1% dari kelompok yang setuju ini mengatakan pembubaran sudah sangat mendesak dilakukan.

Pengalaman publik

Dukungan program debirokratisasi ini didasari pada pengalaman publik yang masih  menghadapi pelayanan birokrasi yang tak profesional. Separuh lebih responden pernah berurusan dengan lembaga negara yang pelayanannya kurang baik. Hal itu dapat dilihat dari tiga aspek, yakni dari ketatalaksanaan, aparatur, dan kelembagaan.

Pada aspek ketatalaksanaan, 69% responden menyatakan pernah berurusan dengan alur birokrasi rumit. Sebanyak 22,5% di antaranya mengaku mengalaminya dalam frekuensi sering. Dari sisi aparatur sipil negara (ASN), 63,7% responden mengaku pernah berurusan dengan ASN berkinerja buruk. Sebanyak 21,8% di antaranya mengalaminya dalam frekuensi sering.

Bank Dunia mencatat, Indeks Efektivitas Pemerintahan (IEP) Indonesia tahun 2018 berada di posisi ke-95 dengan skor 54,8.  Dalam skala 0-100, makin tinggi skor, makin baik efektivitas pemerintah. Meski masih rendah, IEP Indonesia naik 26 tingkat dari posisi ke-121 pada 2016.

Dari sisi kuantitas, Kementerian PANRB juga telah melakukan penyederhanaan struktur jabatan. Tercatat 41 kementerian/lembaga (K/L) menyederhanakan struktur jabatan dan 35 K/L di antaranya memangkas lebih dari 70% jabatan eselon III-V. Total ada 24.644 jabatan yang dihapus (Kompas, 12/8/2020).

Sementara itu, dari sisi lembaga, 53% responden jajak pendapat Kompas menyatakan pernah berurusan dengan lembaga negara yang tidak profesional. Sebanyak 16,3% di antaranya bahkan mengaku sering mengalaminya. Lembaga yang tidak kompeten dalam melayani publik makin mendesak dirampingkan.

Apalagi, alur birokrasi dan organisasi yang gemuk juga berpotensi menjadi celah korupsi. Kolaborasi Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian PANRB, Kantor Staf Presiden, serta KPK dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi menyebut perizinan dan tata niaga serta reformasi birokrasi sebagai dua sektor yang paling banyak indikasi korupsinya.

Adapun 41,4% responden jajak pendapat menilai, birokrasi yang panjang dan rumit adalah persoalan paling menonjol di pemerintahan. Sementara 22% menyatakan lembaga dengan fungsi tak jelas juga menurunkan kualitas birokrasi.

Dukungan masyarakat pada perampingan lembaga dan debirokratisasi diharapkan menjadi energi penyulut agar pemerintah terus berbenah.

Sumber: Harian Kompas 1 September 2020

Artikel

Reformasi Birokrasi Uni Emirat Arab

  • July 7, 2020July 7, 2020
  • by arwid

Oleh: A Tomy Trinugroho

Di tengah pandemi, pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) melakukan efisiensi dan percepatan pengambilan keputusan dalam pemerintahan. UEA berbenah dengan merampingkan lembaga negara dan mulai mendigitalisasi layanan umum secara masif.

UEA menganut sistem pemerintahan, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Tertinggi. Majelis ini beranggotakan tujuh emir (pemimpin) dari tujuh emirat yang bergabung di UEA. Meskipun tak tertulis, presiden UEA terpilih selalu berasal dari keemiran Abu Dhabi, Al-Nahyan, dan wakil presiden dari Dubai, Al-Maktoum.

Perubahan apa pun di UEA tak lepas dari peran Majelis Tertinggi sebagai pembuat kebijakan utama. Majelis mempunyai fungsi legislatif dan eksekutif, antara lain membuat undang-undang (UU) federal dan menyetujui perdana menteri (PM) yang dicalonkan presiden.

Wakil Presiden Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, sekaligus PM UEA, Minggu (5/7/2020), mengumumkan perombakan pemerintah secara luas. Perombakan ini bertujuan menciptakan birokrasi yang lebih fleksibel dan modern untuk mengatasi tantangan saat pandemi Covid-19 dan harga minyak yang rendah sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi UEA (Kompas, 6/7/2020).

Al-Maktoum akan mengubah 50 persen pusat layanan pemerintahan menjadi platform digital dalam dua tahun serta menggabungkan separuh agen federal dan kementerian. Kementerian Perindustrian dan Pengembangan Teknologi yang baru dibentuk, misalnya, adalah gabungan Otoritas Emirates untuk Standardisasi dan Metrologi serta Menteri Negara Ilmu Pengembangan Pengetahuan.

Perubahan radikal di UEA sebenarnya dimulai dengan pemilihan tidak langsung sebagai bagian dari proses memodernisasi sistem pemerintahan. Pemilu tahun 2015 menghasilkan Dewan Nasional Federal (FNC) dengan 25 persen anggota perempuan. Sejak saat itu ada perempuan yang menjabat menteri dan menempati posisi di pengadilan.

Kita melihat, Abu Dhabi dan Dubai bergerak menjadi kota metropolitan baru di kancah global. Maskapai Emirates dan Etihad, berikut Bandara Abu Dhabi dan Dubai, menjadi hub penerbangan internasional dan bandara tersibuk di dunia.

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi UEA akan berkontraksi sebesar 3,5 persen tahun 2020 akibat pandemi. Namun, Dubai tetap berencana menjadi tuan rumah World Fair meskipun sadar pertumbuhan ekonomi positif baru bisa diraih pada 2021.

Warga UEA menikmati hasil pembangunan negaranya. Mereka mendapat subsidi perumahan, layanan kesehatan gratis, pendidikan tinggi gratis, beasiswa di luar negeri, serta sesekali pembebasan utang. Perubahan di UEA belum menjalar, baik dari sisi politik maupun ekonomi, ke negara di kawasan yang sekarang didominasi perang dan tragedi kemanusiaan.

Sumber: Harian Kompas terbitan 7 Juli 2020

Artikel

”Normal Baru” Birokrasi

  • June 17, 2020June 17, 2020
  • by arwid

oleh: Eko Prasojo (Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI)

Wabah Covid-19 yang sudah berlangsung di Indonesia tiga bulan ini memberikan dampak luar biasa, tidak saja pada aspek ekonomi, tetapi juga pada perubahan interaksi sosial di masyarakat ataupun pola kerja, baik di swasta maupun birokrasi.

Selain aspek penyembuhan pasien Covid-19 dan berbagai program pencegahan, seperti pembatasan sosial berskala besar , pemerintah saat ini tengah mempersiapkan kebijakan normal baru (new normal). Menteri Kesehatan juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di tempat kerja perkantoran dan industri sebagai langkah mempersiapkan ruang kerja baru di era normal baru.

Apa makna normal baru untuk birokrasi publik dan apa yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan pekerjaan birokrasi di era normal baru ini? Bagaimana kita memanfaatkan momentum krisis ini untuk perubahan fundamental birokrasi?

Ruang kerja baru birokrasi

Setiap kesulitan memberikan hikmah tersendiri. Wabah Covid-19 ini telah memaksa berbagai pihak, mulai dari sekolah, universitas, perkantoran, industri, hingga birokrasi bertransformasi digital secara cepat dengan memanfaatkan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Working from home (WfH) atau bekerja dari rumah mendadak menjadi sangat terkenal dan menggantikan berbagai aktivitas manusia yang selama ini dilakukan secara manual.

Situasi yang memaksa ini berhasil secara cepat mengubah pola kerja baru manusia yang didukung oleh kemajuan teknologi. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) di perguruan tinggi menjadi model perkuliahan yang biasa meskipun dengan berbagai keterbatasan.

Wabah Covid-19 telah menciptakan ruang kerja baru di berbagai lapangan kerja, termasuk di birokrasi publik. Ruang kerja baru ini merupakan transformasi digital, yaitu proses mempersiapkan perubahan birokrasi dengan mempergunakan berbagai perkembangan teknologi mutakhir, seperti teknologi informasi dan komunikasi, teknologi robot, dan teknologi nano. Ruang kerja baru ini membutuhkan lima komponen utama perubahan.

Pertama, ruang kerja yang fleksibel dan berjejaring. Aparatur sipil negara (ASN) di era normal baru tak harus setiap hari ke kantor karena berbagai pekerjaan dapat dilakukan di mana saja, termasuk di rumah. Dengan demikian, presensi (kehadiran) pegawai di kantor dapat diatur sedemikian rupa berdasarkan tingkat urgensi.

Di samping mencegah terjadinya penularan Covid-19, kehadiran minimal pegawai di kantor dapat mengurangi kemacetan, efisiensi penggunaan bahan bakar kendaraan dan ongkos transportasi, biaya rapat yang selama ini dibutuhkan, serta kualitas dan keseimbangan kehidupan dengan keluarga.

Kedua, penyiapan infrastruktur dan pembelajaran superaplikasi (superapp) yang memungkinkan kantor virtual dan digital. Gedung-gedung perkantoran saat ini menjadi semakin berkurang kebutuhannya dalam era normal baru. Pemerintah harus melakukan transformasi menyeluruh terhadap proses bisnis dan struktur organisasi birokrasi publik dengan menciptakan teknologi superapp yang memungkinkan berbagai keperluan pekerjaan dilakukan dan diperoleh secara digital.

Rapat, interaksi antarpegawai, proses kerja antarunit pemerintah, pelayanan kepada masyarakat, dan seluruh basis data pekerjaan bisa dilakukan melalui media digital. Dengan demikian, biaya pemeliharaan gedung perkantoran akan berkurang, serta kebutuhan anggaran untuk membangun dan memelihara superapp sebagai ruang kerja baru semakin meningkat, termasuk kebutuhan jaringan Wi-Fi bagi ASN. Bahkan pekerjaan manusia kelak di sektor pelayanan publik akan digantikan agen-agen robot (robotic agents) yang memiliki kemampuan kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI).

Ketiga, peningkatan kapabilitas ASN dalam berinteraksi dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk dengan big data dan AI, sangat dibutuhkan. Hal ini sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah karena profil masyarakat Indonesia saat ini, berdasarkan Susenas BPS 2017, didominasi oleh generasi milenial, yaitu generasi Y (33,75 persen) dan generasi Z (29,23 persen).

Adapun generasi X hanya 25,74 persen. Generasi milenial seperti diketahui sangat adaptif dengan berbagai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah perlu segera membuat program untuk mengintegrasikan kapabilitas generasi milenial ini dalam birokrasi yang digital.

Keempat, dalam era normal baru pasca-Covid-19 harus segera dilakukan penataan bisnis proses dan alur kerja birokrasi. Karena tidak semua pegawai harus datang ke kantor dan sebagian pekerjaan dan pelayanan publik dilakukan secara digital, maka proses bisnis pemerintahan dan pelayanan harus segera disederhanakan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Seperti pelayanan di swasta yang saat ini dilakukan secara daring, misalnya Tokopedia dan Traveloka, pelayanan publik juga dapat dilakukan secara lebih mudah berbasis daring.

Banyak proses bisnis yang harus dipangkas dan struktur organisasi yang harus segera dipotong. Era normal baru birokrasi akan mempercepat berbagai pelayanan kepada masyarakat dan pengambilan keputusan.

Kelima, era normal baru birokrasi membutuhkan ASN berkualitas dan berkompetensi untuk mengelola ruang kerja baru. Jumlahnya mungkin tak terlalu banyak, tetapi bisa melakukan berbagai pekerjaan secara cepat dan berkualitas. Karena itu, perlu talent pool management yang mengelola sumber daya ASN yang unggul dan dapat dipergunakan di seluruh birokrasi di Indonesia (pusat, provinsi, kabupaten/kota).

Indikator kinerja yang jelas

Era normal baru birokrasi membutuhkan indikator kinerja yang jelas, baik di level individu maupun di level organisasi. Ruang kerja baru yang dapat dilakukan secara fleksibel, apakah dari rumah atau di mana saja seorang pegawai berada, tak mungkin bisa berjalan dengan baik jika tak didukung indikator yang jelas.

Problem birokrasi Indonesia sampai saat ini adalah ketiadaan ukuran indikator kinerja, baik di level organisasi maupun di level individu. Jika era normal baru birokrasi ini diharapkan memperoleh hasil maksimal, pemerintah harus segera melakukan perbaikan proses perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja.

Program pembangunan harus memiliki indikator dan target kinerja yang jelas sehingga kegiatan yang tidak berhubungan dengan capaian kinerja program harus dihapuskan. Jika hal ini bisa dilakukan, selain efisiensi anggaran pembangunan dapat dicapai, target-target pembangunan juga semakin mudah diperoleh, dan struktur organisasi pemerintah (dalam hal ini kementerian/lembaga/organisasi pemerintah daerah) dapat disederhanakan dengan berbasis indikator kinerja. Banyak sekali struktur organisasi pemerintahan yang bisa dipangkas karena tak berhubungan dengan indikator kinerja pemerintahan dan pembangunan.

Merger kementerian dan lembaga dapat segera dilakukan dengan basis kinerja pembangunan yang terbagi (shared outcome and impact). Jika indikator organisasi semakin jelas, indikator kinerja individu dapat dirumuskan dan ditetapkan sebagai basis perjanjian kinerja yang saat ini disebut sebagai sasaran.

Kinerja pegawai (SKP)

Indikator kinerja pegawai yang jelas akan memudahkan seorang ASN bekerja dari rumah atau dari mana saja. Saat ini banyak sekali pegawai ASN yang tak memiliki indikator kinerja yang jelas dalam SKP sehingga bekerja dari rumah tak bisa diukur kinerjanya. Pegawai yang tak memiliki indikator kinerja yang jelas dapat ditawarkan untuk mengambil pensiun dini atau memilih karier kedua di swasta.

Pada sisi lainnya, untuk memperkuat indikator dan target kinerja pembangunan yang lebih baik, dibutuhkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKP) di tingkat nasional sebagai indikator kinerja pembangunan nasional. Hal ini akan menjadi dasar dalam penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Selama ini banyak capaian pembangunan bersifat fragmented di antara kementerian dan lembaga karena tidak adanya penyelarasan di tingkat nasional, bahkan sebagian juga dapat diukur indikator kinerja hasil dan dampaknya.

Normal baru birokrasi dengan demikian adalah birokrasi yang semakin ramping, semakin cepat, akuntabel, efisien, dan efektif. Wabah Covid-19 adalah momentum untuk memaksa perubahan radikal dan fundamental birokrasi Indonesia menuju birokrasi digital. Semoga.

Sumber: Harian Kompas 13 Juni 2020

Posts navigation

1 2 3

Kalendar

July 2022
M T W T F S S
« Jun    
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Tentang Kami

Tim RBI Kementerian PANRB dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri No. 14 Tahun 2018 dengan Ketua Pelaksana Sekretaris Kementerian PANRB.

Kontak Kami

021 – 7398382 ext:2095
set_rbi@menpan.go.id

Sekretariat RBI Kementerian PANRB
Jl. Jendral Sudirman Kav. 69 Lantai 6 Jakarta 12190

Media Sosial Kementerian PANRB

Kenal lebih dekat !

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube
Reform Kita - 2019
Theme by Colorlib Powered by WordPress